smoga majelis hasbiyalloh menjadi wadah buat generasi2 anak2 bangsa. yang bertempat di: kp. cijantung desa. cigondewah hilir kec. margaasih kab. bandung tlfn. 089676434922 imail. majelishasbiyallah@gmail.com
RENUNGAN DIMALAM HARI
assalamualaikum wr.wb
kita tundukan kepala, tenangkan hati dan pikiran kita, turunkan ego kita untuk sejenak merenung memikirkan kegiatan apa yang kita lakukan hari ini. sebelum memulai anda merenung ada baiknya anda fokus dan resapilah kata demi kata yang akan anda baca selanjut-Nya
ya Allah, hamba tunduk pada-Mu, hamba takut akan neraka-Mu maafkan hamba ya Allah.
setiap hari hamba menzalimi diri hamba dengan membiarkan hamba tetap berada dalam kerugian. menyianyakan waktu berharga yang telah Engkau kauriakan.
bahkan terkadang hamba lupa Ya Allah untuk mengingat-Mu. kesibukanku menutupi semua nikmat yangseharusnya hamba syukuri.
mata ini, bahkan tak terjaga ketika hal2 yang buruk hadir didepanku. mata ini masih bisa melihat orang yang kesulitan, dan sering kali aku hanya melihatnya. mata ini tidak digunakan untuk menikmati berjuta kebesaran-Mu. mataku terlalu sibuk memandang kesuksesan orang diatasku sehingga aku kurang bersyukur dengan apa yang telah aku dapatkan sekarang ini . mata ini lalai ya-Allah. hamba mohon ampuuuuun. Astaghfirullah ya Allah jangan Kau bakar mata ini dengan api neraka-Mu. jangan kau ambil mata ini dengan besi tajam yang panas ya-Allah. aku takuuuttt .
tangan ini, sering kali kubiarkan melakukan kemaksiatan. kugunakan untuk berbuat zina, kugandeng tangan yang buakan makhramku. tangan ini terlalu jarang ku ulurkan untuk membagikan rezekimu kepada orang yang kurang mampu. tangan ini juga terlalu sibuk mengetik, sms sampai aku lalai dalam menjalankan perintah-Mu. maka tangan ini akan mengadukan semua yang telah aku lakukan didunia ketika aku berada dialam kuburku nanti.
kaki ini ya-Allah sering kugunakan untuk pergi ketempat yang engkau murkai. kaki ini sering menunjang niat burukku untuk tidak mejalankan kewajibanku. kaki ini terlalu sering aku istirahatkan untuk menuntut ilmu agama-Mu Ya-Allah. aku maluuuu aku malu ya-Allah ketika orang2 bisa melihat jelas bentuk indah kakiku yang seharusnya aku tutupi dengan pakaian syar’i. aku malu ya Allah.
mulutku, seringkali orang tersakiti hatinya karena ucapanku. karena celaanku, karena dustaku, dan apa yang aku ucapkan sering kali menyaki hati orang tuaku Ya-Allah dengan suara tinggi ku. kadang aku marah pada mereka yang sudah memberikan segalanya untuk membuatku bahagia. dan ketika mereka menegurku dengan lembut, maka aku sambut dengan nada tinggi dan ucapan2 kasar terhadap mereka.
salahku ya-Allah salahku banyak kepada ayah-ibuku aku menuntut terlalu banyak kepada mereka. padahal mereka cuma menuntutku untuk sukses tapi apa yang aku lontarkan kepada mereka? beribu kegagalan dan kekecewaan yang seringkali mereka sembunyikan dengan senyuman mereka dan perkataan “gak apa2 besok dicoba lagi, ibu/bapak tetep banggaaaaa punya anak kayak kamu!” perkataan ini yang menjadi semangatku. dan ketika amarahku yang egois memuncak, seakan kata2 itu tak ada makna. aku salahkan mereka, marah, teriakan, tangisan manja yang membuat hati mereka semakin teriris. karena menurut mereka, mereka gagal membahagiakan anak2nya. mereka selalu berusaha memberikan fasilitas yang terbaik. ampuuun ya-Allah aku durhakaaaaa. jangan Engkau murka kepadaku.
kepada teman2ku aku sering mengejek mereka. aku suka melontarkan kata2 yang nyelekit di hati mereka. sering kali perbuatankanku tidak lembut kepada mereka. aku membuat mereka bingung dengan sikapku. aku gak bisa selalu ada buat mereka terlebih lagi aku suka cuek dengan apa yang mereka kerjakaan. aku tidak peduli sedang apakah dia, sedih, senang juga tak ada pengaruh bagi ku. aku somboongg. membuat mereka iri dengan perkataan2ku aku tiak melihat kodisi mental dia ketika aku sedang berbicara. aku tidak peduli sama sekali . yang penting aku senang. itu ya-Allah egoiskuu. aku terlalu malas untuk emminta maaf kepada orang2 yang pernah aku sakiti. aku terlalu sering bersuudzan kepada mereka.
beribu ampuuuun ya-Allah. aku minta maaaf.
sekarang saudaraku. bayangkan lah oang2 yang pernah kamu sakiti itu ada disekililing mu. orang tuamu, saudaru, sahabatmu, bahkan teman2mu. minta maaflah kepada mereka. seolah2 anda akan menghadap Yang Maha Kuasa malam saat ini juga. mohon ampunlah kepada Allah. takutlah kepada neraka. sesungguhnya Allah maha pengampun lagi Maha pemurah.
SEMOGA ALLAH MENJADIKAN KITA HAMBA2NYA MNEUJU JALAN YANG LEBIH BAIK.
WASALAM
kita tundukan kepala, tenangkan hati dan pikiran kita, turunkan ego kita untuk sejenak merenung memikirkan kegiatan apa yang kita lakukan hari ini. sebelum memulai anda merenung ada baiknya anda fokus dan resapilah kata demi kata yang akan anda baca selanjut-Nya
ya Allah, hamba tunduk pada-Mu, hamba takut akan neraka-Mu maafkan hamba ya Allah.
setiap hari hamba menzalimi diri hamba dengan membiarkan hamba tetap berada dalam kerugian. menyianyakan waktu berharga yang telah Engkau kauriakan.
bahkan terkadang hamba lupa Ya Allah untuk mengingat-Mu. kesibukanku menutupi semua nikmat yangseharusnya hamba syukuri.
mata ini, bahkan tak terjaga ketika hal2 yang buruk hadir didepanku. mata ini masih bisa melihat orang yang kesulitan, dan sering kali aku hanya melihatnya. mata ini tidak digunakan untuk menikmati berjuta kebesaran-Mu. mataku terlalu sibuk memandang kesuksesan orang diatasku sehingga aku kurang bersyukur dengan apa yang telah aku dapatkan sekarang ini . mata ini lalai ya-Allah. hamba mohon ampuuuuun. Astaghfirullah ya Allah jangan Kau bakar mata ini dengan api neraka-Mu. jangan kau ambil mata ini dengan besi tajam yang panas ya-Allah. aku takuuuttt .
tangan ini, sering kali kubiarkan melakukan kemaksiatan. kugunakan untuk berbuat zina, kugandeng tangan yang buakan makhramku. tangan ini terlalu jarang ku ulurkan untuk membagikan rezekimu kepada orang yang kurang mampu. tangan ini juga terlalu sibuk mengetik, sms sampai aku lalai dalam menjalankan perintah-Mu. maka tangan ini akan mengadukan semua yang telah aku lakukan didunia ketika aku berada dialam kuburku nanti.
kaki ini ya-Allah sering kugunakan untuk pergi ketempat yang engkau murkai. kaki ini sering menunjang niat burukku untuk tidak mejalankan kewajibanku. kaki ini terlalu sering aku istirahatkan untuk menuntut ilmu agama-Mu Ya-Allah. aku maluuuu aku malu ya-Allah ketika orang2 bisa melihat jelas bentuk indah kakiku yang seharusnya aku tutupi dengan pakaian syar’i. aku malu ya Allah.
mulutku, seringkali orang tersakiti hatinya karena ucapanku. karena celaanku, karena dustaku, dan apa yang aku ucapkan sering kali menyaki hati orang tuaku Ya-Allah dengan suara tinggi ku. kadang aku marah pada mereka yang sudah memberikan segalanya untuk membuatku bahagia. dan ketika mereka menegurku dengan lembut, maka aku sambut dengan nada tinggi dan ucapan2 kasar terhadap mereka.
salahku ya-Allah salahku banyak kepada ayah-ibuku aku menuntut terlalu banyak kepada mereka. padahal mereka cuma menuntutku untuk sukses tapi apa yang aku lontarkan kepada mereka? beribu kegagalan dan kekecewaan yang seringkali mereka sembunyikan dengan senyuman mereka dan perkataan “gak apa2 besok dicoba lagi, ibu/bapak tetep banggaaaaa punya anak kayak kamu!” perkataan ini yang menjadi semangatku. dan ketika amarahku yang egois memuncak, seakan kata2 itu tak ada makna. aku salahkan mereka, marah, teriakan, tangisan manja yang membuat hati mereka semakin teriris. karena menurut mereka, mereka gagal membahagiakan anak2nya. mereka selalu berusaha memberikan fasilitas yang terbaik. ampuuun ya-Allah aku durhakaaaaa. jangan Engkau murka kepadaku.
kepada teman2ku aku sering mengejek mereka. aku suka melontarkan kata2 yang nyelekit di hati mereka. sering kali perbuatankanku tidak lembut kepada mereka. aku membuat mereka bingung dengan sikapku. aku gak bisa selalu ada buat mereka terlebih lagi aku suka cuek dengan apa yang mereka kerjakaan. aku tidak peduli sedang apakah dia, sedih, senang juga tak ada pengaruh bagi ku. aku somboongg. membuat mereka iri dengan perkataan2ku aku tiak melihat kodisi mental dia ketika aku sedang berbicara. aku tidak peduli sama sekali . yang penting aku senang. itu ya-Allah egoiskuu. aku terlalu malas untuk emminta maaf kepada orang2 yang pernah aku sakiti. aku terlalu sering bersuudzan kepada mereka.
beribu ampuuuun ya-Allah. aku minta maaaf.
sekarang saudaraku. bayangkan lah oang2 yang pernah kamu sakiti itu ada disekililing mu. orang tuamu, saudaru, sahabatmu, bahkan teman2mu. minta maaflah kepada mereka. seolah2 anda akan menghadap Yang Maha Kuasa malam saat ini juga. mohon ampunlah kepada Allah. takutlah kepada neraka. sesungguhnya Allah maha pengampun lagi Maha pemurah.
SEMOGA ALLAH MENJADIKAN KITA HAMBA2NYA MNEUJU JALAN YANG LEBIH BAIK.
WASALAM
Wajib ka jalma Islam na, uninga rundayan nana
Jeung nabi Utusan Allah, Muhammad putra Abdullah
Abdullah putra Muthalib, Muthalib putrana Hasyim
Hasyim putra Abdul Manaf, Abdul Manaf Putra Qusay
Qusay putrana Kilab, Kilab putrana Murrah
Murrah putrana Ka’ab Ka’ab putrana Lu’ay
Lu’ay putrana Ghalib, Ghalib putrana Fihr
Fihr putrana Malik, Malik putrana Nadhar
Nadhar putra Kinanah, Kinanah putra Huzaimah
Huzaimah putra Mudrikah, Mudrikah putrana Ilyas
Ilyas putrana Mudhar, Mudhar putrana Nizar
Nizar putrana Ma’ad, Ma’ad putrana ‘Adnan
Nu wajib dugi ka ‘Adnan, ti ‘Adnan dugi Adam
Henteu wajib uningana, sabab taya jalan shahih…
Wajib deui uningana, rundaiyan nu ti ibuna
Jeung Nabi Utusan Allah, Muhammad putra Aminah
Aminah putrana Wahab, Wahab putra ‘Abdi Manaf
‘Abdi Manaf putra Zuhrah, Zuhrah putrana Kilab
tepang deui di eyang na, di Kilab jangawareng na
Janten ibu jeung ramana, masih keneh saruntaian…
NADOMAN 7 GOLONGAN JALMA ANU MEUNANG IUH-IUHAN DI PADANG MAHSYAR
Tujuh golongan jalma nu kaihuan
Ku payungna karaton Alloh Nu Heman
Dina waktu kabeh makhluk kapanasan
Tujuh panon poe banget deukeut pisan
Kira sa-mel jarakna luhureun sirah
Di mahsyar nu sempit nu teu puguh arah
Pada taranjang nyareker silih leyek
Ku kesang ka keueum sing koceak dengek
Rebu-rebu tahun makhluk kalaparan
Bangeut hanaang ku Gusti diantepan
Komo yahudi karisten bangsa syetan
Kafir majusi bangeut kasiksa pisan
Anging tujuh golongan nu tadi tea
Henang hening nganggo anggoan sadaya
Hiji pamimpin nu adil tara cidra
Nyaah ka rakyat teu ngantep nu sangsara
Dua nonoman nu getol ibadahna
Ti bubudak teu kotor ku maksiatna
Tilu jalma nu hatena nyantel bae
Ka masjidna bulak balik sono bae
Opat jalma nu nyobat dina agama
Teu karna dulur tawa bisnis bersama
Lima jalma nu hanteu bisa kagembang
Ku istri bangor ka Pangeran mumuntang
Genep nu rajin sidekah rerencepan
Taya nu nyaho saurang-urang acan
Tujuh jalma nu rajin ceurik nyorangan
Dzikir ka Gusti nginghak teu kanyahoan
Mangga geura singkil lebet kanu tujuh
Tawa salasahijina ameh puguh
Aya arep-arepaneun di akherat
Muga ieu nazhom ka urang manfaat
Ku payungna karaton Alloh Nu Heman
Dina waktu kabeh makhluk kapanasan
Tujuh panon poe banget deukeut pisan
Kira sa-mel jarakna luhureun sirah
Di mahsyar nu sempit nu teu puguh arah
Pada taranjang nyareker silih leyek
Ku kesang ka keueum sing koceak dengek
Rebu-rebu tahun makhluk kalaparan
Bangeut hanaang ku Gusti diantepan
Komo yahudi karisten bangsa syetan
Kafir majusi bangeut kasiksa pisan
Anging tujuh golongan nu tadi tea
Henang hening nganggo anggoan sadaya
Hiji pamimpin nu adil tara cidra
Nyaah ka rakyat teu ngantep nu sangsara
Dua nonoman nu getol ibadahna
Ti bubudak teu kotor ku maksiatna
Tilu jalma nu hatena nyantel bae
Ka masjidna bulak balik sono bae
Opat jalma nu nyobat dina agama
Teu karna dulur tawa bisnis bersama
Lima jalma nu hanteu bisa kagembang
Ku istri bangor ka Pangeran mumuntang
Genep nu rajin sidekah rerencepan
Taya nu nyaho saurang-urang acan
Tujuh jalma nu rajin ceurik nyorangan
Dzikir ka Gusti nginghak teu kanyahoan
Mangga geura singkil lebet kanu tujuh
Tawa salasahijina ameh puguh
Aya arep-arepaneun di akherat
Muga ieu nazhom ka urang manfaat
Apa itu Ujian Allah SWT?.
Ujian adalah ketahanan iman seseorang terhadap dugaan lahir dan batin yang menimpa, yang sudah pasti ada hubung kait dengan kehidupan yang kekal abadi di alam akhirat kelak.
Jika ia lolos ujian, Alhamdullilah, ia akan beroleh Surga!. Tetapi jika ia gagal, ia akan disumbat ke dalam Neraka Allah!. Waliyazubillah!.
Ujian datang kepada semua golongan, baik kecil besar, tua muda, kaya miskin, beragama Islam atau kafir. Yang kaya teruji, yang miskin juga teruji!.
Daripada teruji kosong begitu, lebih baiklah teruji dalam keadaan kita dalam kehidupan Islam sepenuhnya!. Boleh juga dapat pahala sabar yang tiada tandingan balasannya, esok!.
Setiap ujian ada hikmah2 kebaikan dari Allah SWT yang tidak dapat dicungkil oleh akal biasa manusia.
Antaranya:-
HAKIKAT 1 : Hapus Dosa @ Tingkat Darjat
Ada dua tujuan besar yang tersirat daripada ujian Allah SWT, iaitu:-
1) Untuk menghapus dosa (jika ia seorang fasiq atau zalim), dan
2) Untuk meningkatkan darjatnya di sisi Allah SWT (jika ia tidak punya dosa!).
Ringkasnya, tuhan nak bagi pahala kepada orang yang sabar dan redha dengan takdir illahi.
HAKIKAT 2 : Ujian Berbentok Nikmat – Ujian Paling Sukar
Ujian didatangkan dalam dua bentok, iaitu:-
a) Ujian berbentok Susah (seperti kemalangan, kematian, kebakaran, dll).
b) Ujian berbentok Senang (seperti nikmat banglo, pajero, wanita, kuasa, dll).
Dari kedua ujian ini, ujian berbentuk nikmat yang paling sukar untuk diatasi. Hampir2 manusia boleh gelap mata dan lupa daratan kerananya.
Sebagaimana sabda Nabi SAW, "Kita kembali dari Perang Badar, kepada perang yang lebih besar".
Terkejut para sahabat. "Iaitu perang melawan hawa nafsu dan syaitan".
(Berkehendakkan balak, minyak, kuasa dan harta itukan nafsu!)
Maka, kepada puak2 korporat atau yang berkehidupan mewah, berhatilah2 dengan ujian berbentok nikmat ini. Sebab tidak semestinya pemberian nikmat itu atas keredhaan Allah SWT.
Ada juga nikmat diberi tanpa keredhaan Allah SWT, iaitu disebut ‘istidraj’. Sebab kalau tak bagi jugak,... boleh jadi rosak atau jahanam satu negara dibuatnya!.
Kerana itu Allah SWT telah berfirman, kira2 yang bermaksud, "Jika Aku mengkehendaki akan seseorang itu beroleh keburukan hidup di akhirat, akan Aku bagi dia secukup2nya nikmat di atas dunia ini, supaya di akhirat nanti tidak ada sebab untuk Aku merasa belas atasnya untuk menyumbat akan ia ke dalam api neraka yang panas membakar!."
HAKIKAT 3 : Mematangkan Jemaah
Ujian perlu kepada setiap individu atau jemaah, malah negara sekalipun!. Sebab ujian boleh mematangkan jemaah atau negara berkenaan, supaya perjuangan bersih dari unsur2 subversif dari dalam.
Seperti juga sebuah perkahwinan, jika tidak bergaduh suami isteri, mana nak datang masam2 manis dalam kehidupan!. Asyik tawar, tiada 'umph'!.
Kita ambil contoh ujian pada jemaah perjuangan.
Orang masuk jemaah, tidak semestinya ikhlas untuk baiki diri. Ada yang masuk kerana kepentingan lain, seperti nak kahwin dua, nak supaya orang cium tangan dia, hormati dan tunduk kat dia, nak supaya ada pengikut yang boleh disuruh2, dan bla..bla..
Apabila berlaku ujian, mereka2 yang tidak ikhlas ini, akan dengan sendirinya terkeluar dari jemaah dengan alasan yang berbagai2.
Ini adalah suatu kebaikan kepada jemaah, kerana yang tinggal... pengikut2 yang sebenar2 setia, sabar, ‘komited’ dan berjiwa pejuang!.
Dengan demikian, perjuangan jemaah tersebut akan kembali kuat, kemas dan selaras dalam fikiran dan tindakan para pendukungnya!.
(Silap kita ni, bila berlaku pada diri atau jemaah sendiri, kita kata ada kebaikan. Tetapi bila berlaku pada musuh kita, kita kata, "Hah! Tengoklah, bala dah tuhan timpa kat depa, sebab...)
HAKIKAT 4 : Kenal Tahap Mazmumah Diri
Banyak orang tertipu dengan diri sendiri. Ramai beranggapan dirinya hebat, tabah, sabar dan tidak mudah melenting bila berhadapan dengan sesuatu keadaan yang sukar.
Betul kah demikian?. Bagaimana mika boleh kata begitu, sedang mika belum diuji?.
Firman Allah SWT, "Jangan kamu mengatakan kamu sudah beriman, sedang kamu belum diuji".
Maka, dengan ujian tersebut kita boleh ketahui secara tak langsung akan nasib kesudahan hidup kita di akhirat, kelak!.
Sebab orang yang tidak sabar, pemarah dan mudah melenting, tandanya sifat2 mazmumah masih menebal dalam dirinya. Jika tidak diproses buang semasa di dunia ini, alamak tak melintas lah di titian Siratul Mustaqim, esok!.
Perkara ini disebut oleh Imam Ghazali r.a. dalam Kitab Ihya, bahawa apabila kita nak melintas Siratul Mustaqim kelak,.. kita akan dapati banyak halangan2 berupa pengkait atau sabit di atasnya!. Katanya, pengkait2 tersebut adalah jelmaan dari sifat2 Mazmumah semasa kita hidup di dunia.
Jika kita ada 20/30 macam sifat2 mazmumah, seperti dengki, irihati, riak, ego, dsb.nya, maka ia akan menjelma menjadi 20/30 berupa pengkait di atas titian Siratul Mustaqim!. Kalau terkait pada langkah kaki kita, alamak terjerumuslah ke bawah.. ke dalam api neraka jahanam. Waliyazubillah!.
Oleh itu, perhati2kan diri semasa menerima ujian. Supaya apabila kita memproses sifat2 mazmumah itu tadi, biar kena pada tempatnya(ubatnya). Seperti orang yang sombong, ubatnya ia kena botak kan kepala dan gantung kole kat tengkok dia.. dan pergi kat pasar dan minta orang lalu lalang, maki hamun kat dia!.
Tapi itu kaedah orang zaman dahulu. Tak relevan dengan dunia moden, sekarang. Nanti ditangkap orang, dan disumbat ke Tanjong Rambutan. Tak ke niaya!.
Jadi, pandai2lah mencari kaedah untuk memperbaiki sifat2 mazmumah supaya ianya benar2 berkesan dan selamat.
Sebab, lain orang, lain obatnya walaupun mempunyai mazmumah yang sama. Kerana hati orang lain-lain!.
Yang pasti, kita mahu highway kita di atas titian Siratul Mustaqim, 'clear' tak ada rintangan...
.. terus sahaja ke dalam Surga ke dalam dakapan isteri yang telah lama menanti, Bidadari Surga Bermata Jeli!
HAKIKAT 5 : Ujian Aqidah - Paling Berat
Ujian paling berat, ialah ujian berbentok AQIDAH. Iaitu apabila orang ramai menyesatkan pegangan kita.
Lebih2 berat lagi, ialah apabila Tok Guru sendiri (yang mengajar, mendidik dan mengasuh kita selama bertahun2 itu), tiba2 menyesatkan kita!.
Samada saja nak ‘test’ atau memangpun betul!. Wallahualam!.
Tetapi begitulah, keyakinan terhadap sifat2 Allah dan rukun2 iman yang lain, mesti diuji!.
Di`test’ dahulu sebelum diperiksa di Padang Mashyar kelak!.
Di mana salah, dan di mana silapnya kita kena tahu. Sebab nak bawa benda `aqidah’ ni, mengadap Allah Taala esok, bukan boleh buat main2. Harus jadi pegangan yang kental dan jitu dengan 100% jazam!.
Kalau sekadar 99.99% yakin, Allah SWT masih akan menolak amal kebajikan kita!. Tidak ke sia2 punya hidup. Disangka bakul penuh pahala, tetapi sampah sepenuh raga!.
Maknanya, menerusi ujian2 itu, tidaklah `aqidah’ kita last2 minit di check di Padang Mashyar.
Di dunia inilah kita buat pembetulan lagi!.
Kerana dapat tidak, setiap orang mesti ada kesalahan ‘syirik khafi’ di dalam amalannya.
Berkata ulama, “Syirik Khafi itu umpama semut hitam, berjalan di atas batu hitam, di malam yang gelap pekat”.
Maksudnya, sukar untuk dikesan!.
Ringkasnya, ujian itu perlu untuk mengetahui kedudukan iman kita. Kalau tidak, Allah tak sebut pulak, “Bagaimana engkau mengatakan diri engkau beriman, sedangkan engkau belum diuji”.
Dan, iman ini ada peringkat2nya, iaitu Iman Takliq, Iman Ilmu, Iman Ayan, Iman Hak dan Iman Hakikat.
Hanya Iman Ayan ke atas sahaja yang bebas dari api neraka Allah SWT.
Disebut, tahap ‘intensiti’ aqidah hendaklah Qatie dan Jazam 100%. Keyakinan tersebut hendaklah meliputi seluruh 6 Rukun Iman, di mana keyakinan kepada sifat2 Allah SWT adalah yang pertama dan utama sekali yang perlu dipelajari.
Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Awal-awal agama ialah mengenal Allah”.
Untuk mengesahkan pengenalan kita kepada Allah SWT, ia mesti berasas 4 syarat, iaitu:-
1) Percaya adanya Allah SWT.
2) Jazam yang qat’i (tidak syak, zan atau waham).
3) Selari dengan yang sebenar (tidak beranggapan tuhan itu ada belalai, 10 tangan, dll).
4) Mesti ada Dalil.
Pegangan yang tidak berasaskan kepada empat(4) syarat di atas, dikira menyeleweng. Iman nya tidak sah, atau disebut beriman Takliq!.
Segala amal kebajikan jadi sia2 sahaja jika imannya tidak sah, yakni tidak diberi pahala oleh Allah SWT.
Konklusi,
Kalau ujian yang paling kuatpun (bentok aqidah) kita tidak Ugoh, maka ujian yang lain2 tuu.. remeh saja, lah!
Sejuta Fadilah Shalawat – Kalam Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi
Al Musthafa SAW. Sebingkai mozaik nan indah. Kontruksi cita rasa Sang Kuasa yang sempurna. Cahaya yang bertahta megah di atas cahaya-cahaya. Makhluk terindah, termulia, tersantun, yang tiada duanya.
” Dialah yang di langit di kenal sebagai Ahmad, sedang di bumi di kenal sebagai Muhammad.”
Begitulah Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi melukiskan sosok Rasulullah SAW dalam kata-kata. “Dialah Penguasa maqam Mahmud. Bendera puja dan puji tegak dalam genggamannya.”
“Tidaklah ia di kenal sebagai Muhammad sebelum di seru sebagai Ahmad. Sebab (Di langit) Ar Robb SWT telah memuji sosoknya jauh sebelum seluruh makhluk mengenalnya. Ia mengagul-agulkannya jauh sebelum manusia menyanjung-nyanjungnya. Engkau bakal menjumpai nama Ahmad pada kitab-kitab suci terdahulu. Sedang dalam Al Qur’anul Kariem termaktub Nama Muhammad. Dialah yang terlayak menuai pujian-pujian. Dialah yang teragung di antara insan-insan yang layak di puji.”
“Hanya untuknya, kelak Maqam Mahmud di singkap di iringi pujian-pujian. Tak pernah tersingkap untuk selain dirinya. Dengan Maqam Mahmud itu, Sang Kuasa senantiasa memujinya. Berbekal Maqam Mahmud itu, ia menjelma sebagai pemberi Syafa’at tertinggi. Bendera puja-puji terajut hanya untuknya, seorang. Umatnya di sebut-sebut sebagai Al Hamidun (Orang-orang yang gemar memuji) dalam kitab terdahulu. Dan tatkala kakeknya, Abdul Muthalib, menyematkan nama Muhammad, ia mengunjuk doa, ‘Aku berharap kelak seluruh penghuni langit dan bumi akan senantiasa memujinya.’ “
Tak terpungkiri, Rasulullah SAW memang sempurna. Tiada celah untuk mencela, kecuali hati yang buta oleh kabut kemusyrikan. Begitu sempurnanya Sang Nabi. Hingga lisan mukminin tak lelah memadahkan puja dan puji dari dulu hingga kini.
SHALAWAT
Puncak kekaguman Sang Pencipta terhadap mahakarya yang satu ini adalah Shalawat. Habib Ahmad mengurainya,
“Shalawat Allah SWT kepada Nabi SAW adalah cucuran kebaikan-kebaikan, sifat-sifat luhur, karakter yang elok, ni’mat-ni’mat, penghargaan, penghormatan, dan anugerah-anugerah yang meruah. Sedang salam Nya adalah Penjagaan Nya dari berbagai aib dan mala, karunia yang berupa ketentraman, kesempurnaan, dan kemegahan. Sebentuk penghormatan yang indah dan penuh berkah dari Nya.”
Mari kita bershalawat kepada Nabi SAW. Mari kita haturkan salam kepada Rasul SAW.
“Dalam sepenggal ayat, Ar Rahman Ar Rahiem menfirmakan, (yang maksudnya)
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Rasulullah SAW bersabda, “Manusia yang paling dekat denganku pada hari akhir adalah orang yang paling banyak bershawat kepada ku.”
Sabda Beliau SAW yang lain, “Tidaklah seseorang bersalam kepadaku, kecuali Allah SWT pasti mengembalikan ruhku. Hingga akupun bisa membalas salam nya.”
Makna ruh di atas adalah bicara atau sesuatu hal yang berkenaan dg aktifitas ruh. Sebab, seyatanya, ruh Beliau SAW senantiasa hidup.
“Masih banyak lagi hadits-hadits nabawiy yang mengulas faedah Shalawat. Tercatat lebih dari 40 Sahabat terkemuka yang meriwayatkan hadits ragam ini.”
“Dalam satu shalawat terpendam 40 faedah. Diantaranya, Menghapus dosa, mengusir kesumpekan, menuntaskan cita-cita, memercik kabar gembira akan syurga sebelum ajal tiba, membersihkan dirì, menanggung keselamatan dari kecamuk hari kiamat, mengharumkan majelis, menafikan kefakiran dan sifat kikir, mengukuhnya langkang kala di atas sirath, mengenyahkan kekeringan, menabur berkah pada raga, umur, dan amal. Memantik Rahmat Allah dan rasa cinta dari Nabi SAW, menghidupkan nurani, dan memancing hidayah Ilahi.”
“Walhasil, Faedah Shalawat tak terbilang, dunia maupun ukhrawi. Tak terhitung, betapa sering Allah membukakan pintu Hajat, melonggarkan keruwetan, dan melipatkan anugerah dg Shalawat. Shalawat adalan amalan Istimewa dan penuh berkah. Ia adalah penjamin rasa aman dari murka Allah dan Neraka Nya. Ia adalah pelantar kesucian amal dan ketinggian derajat. Ia adalah perniagaan yang takkan pernah merugi.”
Perlu di catat, ada adab yg mesti di perhatikan dalam Shalawat,
“Shalawat adalah Dzikir. Karena itu di syaratkan Khusyu’ dan Hudlur, serta Ta’zhim kepada Nabi SAW saat bershalawat. Di anjurkan pula menghadirkan zat Nabi SAW kala berdoa dalam Shalawat, dg harapan agar curahan anugerah kepada beliau senantiasa lestari. Dengan adab Inilah, segala faedah shalawat niscaya tergapai. Bahkan bisa lebih dari itu. Shalawat tak hanya berarti Dzikir, Shalawat juga bermakna doa. Bahkan ia adalah esensi doa itu sendiri.”
Begitu gamblang paparan Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi mengenai Fadilah shalawat di atas. Tunggu apalagi, mari kita sedari sekarang menggemari Shalawat, demi kita, demi keluarga, demi Ummat dan demi pertiwi yang telah lama di rundung sedih ini..!
Allahumma Shalli ‘Ala Sayyidina Muhammad Wa ‘Ala Alih Wa Shahbihi Wa Sallim
referensi:
Majalah Cahaya Nabawiy No.70 Th.VII Rabi’ul Awwal 1430/maret 2009
” Dialah yang di langit di kenal sebagai Ahmad, sedang di bumi di kenal sebagai Muhammad.”
Begitulah Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi melukiskan sosok Rasulullah SAW dalam kata-kata. “Dialah Penguasa maqam Mahmud. Bendera puja dan puji tegak dalam genggamannya.”
“Tidaklah ia di kenal sebagai Muhammad sebelum di seru sebagai Ahmad. Sebab (Di langit) Ar Robb SWT telah memuji sosoknya jauh sebelum seluruh makhluk mengenalnya. Ia mengagul-agulkannya jauh sebelum manusia menyanjung-nyanjungnya. Engkau bakal menjumpai nama Ahmad pada kitab-kitab suci terdahulu. Sedang dalam Al Qur’anul Kariem termaktub Nama Muhammad. Dialah yang terlayak menuai pujian-pujian. Dialah yang teragung di antara insan-insan yang layak di puji.”
“Hanya untuknya, kelak Maqam Mahmud di singkap di iringi pujian-pujian. Tak pernah tersingkap untuk selain dirinya. Dengan Maqam Mahmud itu, Sang Kuasa senantiasa memujinya. Berbekal Maqam Mahmud itu, ia menjelma sebagai pemberi Syafa’at tertinggi. Bendera puja-puji terajut hanya untuknya, seorang. Umatnya di sebut-sebut sebagai Al Hamidun (Orang-orang yang gemar memuji) dalam kitab terdahulu. Dan tatkala kakeknya, Abdul Muthalib, menyematkan nama Muhammad, ia mengunjuk doa, ‘Aku berharap kelak seluruh penghuni langit dan bumi akan senantiasa memujinya.’ “
Tak terpungkiri, Rasulullah SAW memang sempurna. Tiada celah untuk mencela, kecuali hati yang buta oleh kabut kemusyrikan. Begitu sempurnanya Sang Nabi. Hingga lisan mukminin tak lelah memadahkan puja dan puji dari dulu hingga kini.
SHALAWAT
Puncak kekaguman Sang Pencipta terhadap mahakarya yang satu ini adalah Shalawat. Habib Ahmad mengurainya,
“Shalawat Allah SWT kepada Nabi SAW adalah cucuran kebaikan-kebaikan, sifat-sifat luhur, karakter yang elok, ni’mat-ni’mat, penghargaan, penghormatan, dan anugerah-anugerah yang meruah. Sedang salam Nya adalah Penjagaan Nya dari berbagai aib dan mala, karunia yang berupa ketentraman, kesempurnaan, dan kemegahan. Sebentuk penghormatan yang indah dan penuh berkah dari Nya.”
Mari kita bershalawat kepada Nabi SAW. Mari kita haturkan salam kepada Rasul SAW.
“Dalam sepenggal ayat, Ar Rahman Ar Rahiem menfirmakan, (yang maksudnya)
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Rasulullah SAW bersabda, “Manusia yang paling dekat denganku pada hari akhir adalah orang yang paling banyak bershawat kepada ku.”
Sabda Beliau SAW yang lain, “Tidaklah seseorang bersalam kepadaku, kecuali Allah SWT pasti mengembalikan ruhku. Hingga akupun bisa membalas salam nya.”
Makna ruh di atas adalah bicara atau sesuatu hal yang berkenaan dg aktifitas ruh. Sebab, seyatanya, ruh Beliau SAW senantiasa hidup.
“Masih banyak lagi hadits-hadits nabawiy yang mengulas faedah Shalawat. Tercatat lebih dari 40 Sahabat terkemuka yang meriwayatkan hadits ragam ini.”
“Dalam satu shalawat terpendam 40 faedah. Diantaranya, Menghapus dosa, mengusir kesumpekan, menuntaskan cita-cita, memercik kabar gembira akan syurga sebelum ajal tiba, membersihkan dirì, menanggung keselamatan dari kecamuk hari kiamat, mengharumkan majelis, menafikan kefakiran dan sifat kikir, mengukuhnya langkang kala di atas sirath, mengenyahkan kekeringan, menabur berkah pada raga, umur, dan amal. Memantik Rahmat Allah dan rasa cinta dari Nabi SAW, menghidupkan nurani, dan memancing hidayah Ilahi.”
“Walhasil, Faedah Shalawat tak terbilang, dunia maupun ukhrawi. Tak terhitung, betapa sering Allah membukakan pintu Hajat, melonggarkan keruwetan, dan melipatkan anugerah dg Shalawat. Shalawat adalan amalan Istimewa dan penuh berkah. Ia adalah penjamin rasa aman dari murka Allah dan Neraka Nya. Ia adalah pelantar kesucian amal dan ketinggian derajat. Ia adalah perniagaan yang takkan pernah merugi.”
Perlu di catat, ada adab yg mesti di perhatikan dalam Shalawat,
“Shalawat adalah Dzikir. Karena itu di syaratkan Khusyu’ dan Hudlur, serta Ta’zhim kepada Nabi SAW saat bershalawat. Di anjurkan pula menghadirkan zat Nabi SAW kala berdoa dalam Shalawat, dg harapan agar curahan anugerah kepada beliau senantiasa lestari. Dengan adab Inilah, segala faedah shalawat niscaya tergapai. Bahkan bisa lebih dari itu. Shalawat tak hanya berarti Dzikir, Shalawat juga bermakna doa. Bahkan ia adalah esensi doa itu sendiri.”
Begitu gamblang paparan Habib Ahmad Bin Zein Al Habsyi mengenai Fadilah shalawat di atas. Tunggu apalagi, mari kita sedari sekarang menggemari Shalawat, demi kita, demi keluarga, demi Ummat dan demi pertiwi yang telah lama di rundung sedih ini..!
Allahumma Shalli ‘Ala Sayyidina Muhammad Wa ‘Ala Alih Wa Shahbihi Wa Sallim
referensi:
Majalah Cahaya Nabawiy No.70 Th.VII Rabi’ul Awwal 1430/maret 2009
Tiga Ciri Orang Ikhlas
dakwatuna.com – Jika ada kader dakwah merasakan kekeringan ruhiyah, kegersangan ukhuwah, kekerasan hati, hasad, perselisihan, friksi, dan perbedaan pendapat yang mengarah ke permusuhan, berarti ada masalah besar dalam tubuh mereka. Dan itu tidak boleh dibiarkan. Butuh solusi tepat dan segera.
Jika merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kita akan menemukan pangkal masalahnya, yaitu hati yang rusak karena kecenderungan pada syahwat. “Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46). Rasulullah saw. bersabda, “Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa segumpul daging itu adalah hati.” (Muttafaqun ‘alaihi). Imam Al-Ghazali pernah ditanya, “Apa mungkin para ulama (para dai) saling berselisih?” Ia menjawab,” Mereka akan berselisih jika masuk pada kepentingan dunia.”
Karena itu, pengobatan hati harus lebih diprioritaskan dari pengobatan fisik. Hati adalah pangkal segala kebaikan dan keburukan. Dan obat hati yang paling mujarab hanya ada dalam satu kata ini: ikhlas.
Kedudukan Ikhlas
Ikhlas adalah buah dan intisari dari iman. Seorang tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162). Surat Al-Bayyinah ayat 5 menyatakan, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” Rasulullah saw. bersabda, “Ikhlaslah dalam beragama; cukup bagimu amal yang sedikit.”
Tatkala Jibril bertanya tentang ihsan, Rasul saw. berkata, “Engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.”
Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang paling benar). Katanya, “Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga, amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan benar jika dilakukan sesuai sunnah.” Pendapat Fudhail ini disandarkan pada firman Allah swt. di surat Al-Kahfi ayat 110.
Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”
Karena itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.” Dalam kesempatan lain beliau berkata, “Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.”
Makna Ikhlas
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.
Karena itu, bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dai yang berkarakter seperti itulah yang punya semboyan ‘Allahu Ghayaatunaa‘, Allah tujuan kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.
Buruknya Riya
Makna riya adalah seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik. Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
Riya juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik kecil.” Sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Riya. Allah berkata di hari kiamat ketika membalas amal-amal hamba-Nya, ‘Pergilah pada yang kamu berbuat riya di dunia dan perhatikanlah, apakah kamu mendapatkan balasannya?’” (HR Ahmad).
Dan orang yang berbuat riya pasti mendapat hukuman dari Allah swt. Orang-orang yang telah melakukan amal-amal terbaik, apakah itu mujahid, ustadz, dan orang yang senantiasa berinfak, semuanya diseret ke neraka karena amal mereka tidak ikhlas kepada Allah. Kata Rasulullah saw., “Siapa yang menuntut ilmu, dan tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wangi-wangi surga di hari akhir.” (HR Abu Dawud)
Ciri Orang Yang Ikhlas
Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:
1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”
Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.
Al-Qur’an telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”
2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, “Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)
Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.
3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.
Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.
wallohu'alam
Membaca Shalawat untuk Nabi
Membaca shalawat adalah salah satu amalan yang disenangi orang-orang NU, disamping amalan-amalan lain semacam itu. Ada shalawat “Nariyah”, ada “Thibbi Qulub”. Ada shalawat “Tunjina”, dan masih banyak lagi. Belum lagi bacaan “hizib” dan “rawatib” yang tak terhitung banyaknya. Semua itu mendorong semangat keagamaan dan cita-cita kepada Rasulullah sekaligus ibadah.
Salah satu hadits yang membuat kita rajin membaca shalawat ialah: Rasulullah bersabda: Siapa membaca shalawat untukku, Allah akan membalasnya 10 kebaikan, diampuni 10 dosanya, dan ditambah 10 derajat baginya. Makanya, bagi orang-orang NU, setiap kegiatan keagamaan bisa disisipi bacaan shalawat dengan segala ragamnya.
Salah satu shalawat yang sangat popular ialah “Shalawat Badar”. Hampir setiap warga NU, dari anak kecil sampai kakek dan nenek, dapat dipastikan melantunkan shalawat Badar. Bahkan saking populernya, orang bukan NU pun ikut hafal karena pagi, siang, malam, acara dimana dan kapan saja “Shalawat Badar” selalu dilantunkan bersama-sama.
Shalawat yang satu ini, “shalawat Nariyah”, tidak kalah populernya di kalangan warga NU. Khususnya bila menghadapi problem hidup yang sulit dipecahkan maka tidak ada jalan lain selain mengembalikan persoalan pelik itu kepada Allah. Dan shalawat Nariyah adalah salah satu jalan mengadu kepada-Nya.
Salah satu shalawat lain yang mustajab ialah shalawat Tafrijiyah Qurtubiyah, yang disebut orang Maroko shalawat Nariyah karena jika mereka (umat Islam) mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak apa yang tidak disuka, mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat Nariyah ini sebanyak 4444 kali, tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat bi idznillah. Shalawat ini juga oleh para ahli yang tahu rahasia alam.
Imam Dainuri memberikan komentarnya: Siapa membaca shalawat ini sehabis shalat (fardlu) 11 kali digunakan sebagai wiridan maka rejekinya tidak akan putus, disamping mendapatkan pangkat/kedudukan dan tingkatan orang kaya. (Khaziyat al-Asrar, hlm 179)
Simak sabda Rasulullah SAW berikut ini:
Hadits Ibnu Mundah dari Jabir, ia mengatakan: Rasulullah SAW bersabda: Siapa membaca shalawat kepadaku 100 kali maka Allah akan mengijabahi 100 kali hajatnya; 70 hajatnya di akhirat, dan 30 di dunia. Sampai kata-kata … dan hadits Rasulullah yang mengatakan: Perbanyaklah shalawat kepadaku karena dapat memecahkan masalah dan menghilangkan kesedihan. Demikian seperti tertuang dalam kitab an-Nuzhah.
Rasulullah di alam barzakh mendengar bacaan shalawat dan salam dan dia akan menjawabnya sesuai jawaban yang terkait dari salam dan shalawat tadi. Seperti tersebut dalam hadits. Rasulullah SAW bersabda: Hidupku, juga matiku, lebih baik dari kalian. Kalian membicarakan dan juga dibicarakan, amal-amal kalian disampaikan kepadaku; jika saya tahu amal itu baik, aku memuji Allah, tetapi kalau buruk aku mintakan ampun kepada Allah. (Hadits riwayat Al-hafizh Ismail Al-Qadhi, dalam bab shalawat ‘ala an-Nabi).
Imam Haitami dalam kitab Majma’ az-Zawaid meyakini bahwa hadits di atas adalah shahih. Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan ampun umatnya (istighfar) di alam barzakh. Istighfar adalah doa, dan doa Rasul untuk umatnya pasti bermanfaat.
Ada lagi hadits lain. Rasulullah bersabda: Tidak seorang pun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku sehingga aku bisa menjawab salam itu. (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah. Ada di kitab Imam an-Nawawi, dan sanadnya shahih)
Salah satu hadits yang membuat kita rajin membaca shalawat ialah: Rasulullah bersabda: Siapa membaca shalawat untukku, Allah akan membalasnya 10 kebaikan, diampuni 10 dosanya, dan ditambah 10 derajat baginya. Makanya, bagi orang-orang NU, setiap kegiatan keagamaan bisa disisipi bacaan shalawat dengan segala ragamnya.
Salah satu shalawat yang sangat popular ialah “Shalawat Badar”. Hampir setiap warga NU, dari anak kecil sampai kakek dan nenek, dapat dipastikan melantunkan shalawat Badar. Bahkan saking populernya, orang bukan NU pun ikut hafal karena pagi, siang, malam, acara dimana dan kapan saja “Shalawat Badar” selalu dilantunkan bersama-sama.
Shalawat yang satu ini, “shalawat Nariyah”, tidak kalah populernya di kalangan warga NU. Khususnya bila menghadapi problem hidup yang sulit dipecahkan maka tidak ada jalan lain selain mengembalikan persoalan pelik itu kepada Allah. Dan shalawat Nariyah adalah salah satu jalan mengadu kepada-Nya.
Salah satu shalawat lain yang mustajab ialah shalawat Tafrijiyah Qurtubiyah, yang disebut orang Maroko shalawat Nariyah karena jika mereka (umat Islam) mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak apa yang tidak disuka, mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat Nariyah ini sebanyak 4444 kali, tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat bi idznillah. Shalawat ini juga oleh para ahli yang tahu rahasia alam.
Imam Dainuri memberikan komentarnya: Siapa membaca shalawat ini sehabis shalat (fardlu) 11 kali digunakan sebagai wiridan maka rejekinya tidak akan putus, disamping mendapatkan pangkat/kedudukan dan tingkatan orang kaya. (Khaziyat al-Asrar, hlm 179)
Simak sabda Rasulullah SAW berikut ini:
وَأخْرَجَ ابْنُ مُنْذَة عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ الله عَنهُ أنّهُ قال قال َرسُوْلُ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ: مَنْ صَلّى عَلَيَّ كُلّ يَوْمٍ مِئَة مَرّةٍ – وَفِيْ رِوَايَةٍ – مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي اليَوْمِ مِئَة مَرّةٍ قَضَى اللهُ لَهُ مِئَة حَجَّةٍ – سَبْعِيْنَ مِنْهَا في الأخِرَةِ وَثَلاثِيْنَ فِي الدُّنْيَا – إلى أنْ قال – وَرُوِيَ أن النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عليه وسلم قال : اكْثَرُوا مِنَ الصَّلاةِ عَلَيَّ فَإنّهَا تَحِلُّ اْلعَقْدَ وَتَفْرجُ الكُرَبَ – كَذَا فِيْ النزهَةِ
Hadits Ibnu Mundah dari Jabir, ia mengatakan: Rasulullah SAW bersabda: Siapa membaca shalawat kepadaku 100 kali maka Allah akan mengijabahi 100 kali hajatnya; 70 hajatnya di akhirat, dan 30 di dunia. Sampai kata-kata … dan hadits Rasulullah yang mengatakan: Perbanyaklah shalawat kepadaku karena dapat memecahkan masalah dan menghilangkan kesedihan. Demikian seperti tertuang dalam kitab an-Nuzhah.
Rasulullah di alam barzakh mendengar bacaan shalawat dan salam dan dia akan menjawabnya sesuai jawaban yang terkait dari salam dan shalawat tadi. Seperti tersebut dalam hadits. Rasulullah SAW bersabda: Hidupku, juga matiku, lebih baik dari kalian. Kalian membicarakan dan juga dibicarakan, amal-amal kalian disampaikan kepadaku; jika saya tahu amal itu baik, aku memuji Allah, tetapi kalau buruk aku mintakan ampun kepada Allah. (Hadits riwayat Al-hafizh Ismail Al-Qadhi, dalam bab shalawat ‘ala an-Nabi).
Imam Haitami dalam kitab Majma’ az-Zawaid meyakini bahwa hadits di atas adalah shahih. Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan ampun umatnya (istighfar) di alam barzakh. Istighfar adalah doa, dan doa Rasul untuk umatnya pasti bermanfaat.
Ada lagi hadits lain. Rasulullah bersabda: Tidak seorang pun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku sehingga aku bisa menjawab salam itu. (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah. Ada di kitab Imam an-Nawawi, dan sanadnya shahih)
KH Munawwir Abdul Fattah
Pengasuh Pesantren Krapyak, Yogyakarta
Definisi dan Keutamaan Membaca Shalawat
Definisi dan Keutamaan Membaca Shalawat Kita senantiasa memanjatkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Rasulullah:
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad Rasulullah
Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawat salamlah kepadanya. (QS Al-Ahzab 33: 56)
Shalawat dari Allah berarti rahmat. Bila shalawat itu dari Malaikat atau manusia maka yang dimaksud adalah doa.
Sementara salam adalah keselamatan dari marabahaya dan kekurangan.
Tidak ada keraguan bahwa membaca shalawat dan salam adalah bagian dari pernghormatan (tahiyyah), maka ketika kita diperintah oleh Allah untuk membaca shalawat -yang artinya mendoakan Nabi Muhammad- maka wajib atas Nabi Muhammad melakukan hal yang sama yaitu mendoakan kepada orang yang membaca shalawat kepadanya. Karena hal ini merupakan ketetapan dari ayat:
Maka lakukanlah penghormatan dengan penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu. (QS. An Nisa’: 86)
Doa dari Nabi inilah yang dinamakan dengan syafaat. Semua ulama telah sepakat bahwa doa nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Maka tentunya Allah akan menerima Syafaat beliau kepada setiap orang yang membaca shalawat kepadanya.
Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi. Diantaranya:
Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku maka para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama namaku masih tertulis dalam buku itu.
Barangsiapa yang ingin merasa bahagia ketika berjumpa dengan Allah dan Allah ridlo kepadanya, maka hendaknya ia banyak membaca shalawat kepadaku (Nabi).
Barangsipa membaca shalawat kepadaku di waktu hidupnya maka Allah memerintahkan semua makhluk-Nya memohonkan maaf kepadanya setelah wafatnya.
Mereka yang berkumpul (di suatu majlis) lalu berpisah dengan tanpa dzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada nabi, maka mereka seperti membawa sesuatu yang lebih buruk dari bangkai.
Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz 'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun mengenai yang lebih afdhol antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak menambahkannya para ulama berbeda pendapat.
Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi. Beliau berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada melakukan perintah (muruatul adab afdholu minal imtitsal) dan ada dua hadits yang menguatkan ini.
Yaitu hadits yang menceritakan sahabat Abu Bakar ketika diperintah oleh Rasulullah mengganti tempatnya menjadi imam shalat subuh, dan ia tidak mematuhinya. Abu bakar berkata:
Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah.
Yang kedua, yaitu hadits yang menceritakan bahwa sahabat Ali tidak mau menghapus nama Rasulullah dari lembara Perjanjian Hudaibiyah. Setelah hal itu diperintahkan Nabi, Ali berkata
Saya tidak akan menghapus namamu selamanya.
Kedua hadits ini disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori dan Muslim.Taqrir (penetapan) yang dilakukan oleh Nabi pada ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan ali yang dilakukan karena melakukan adab dan tatakrama ini menunjukkan atas keunggulan hal itu.
wallohu'alam.
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad Rasulullah
Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيما
Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawat salamlah kepadanya. (QS Al-Ahzab 33: 56)
Shalawat dari Allah berarti rahmat. Bila shalawat itu dari Malaikat atau manusia maka yang dimaksud adalah doa.
Sementara salam adalah keselamatan dari marabahaya dan kekurangan.
Tidak ada keraguan bahwa membaca shalawat dan salam adalah bagian dari pernghormatan (tahiyyah), maka ketika kita diperintah oleh Allah untuk membaca shalawat -yang artinya mendoakan Nabi Muhammad- maka wajib atas Nabi Muhammad melakukan hal yang sama yaitu mendoakan kepada orang yang membaca shalawat kepadanya. Karena hal ini merupakan ketetapan dari ayat:
فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Maka lakukanlah penghormatan dengan penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu. (QS. An Nisa’: 86)
Doa dari Nabi inilah yang dinamakan dengan syafaat. Semua ulama telah sepakat bahwa doa nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Maka tentunya Allah akan menerima Syafaat beliau kepada setiap orang yang membaca shalawat kepadanya.
Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi. Diantaranya:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ
Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku maka para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama namaku masih tertulis dalam buku itu.
مَنْ سَرَّهُ أنْ يُلْقِى اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ رَاضٍ فَلْيُكْثِرْ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ
Barangsiapa yang ingin merasa bahagia ketika berjumpa dengan Allah dan Allah ridlo kepadanya, maka hendaknya ia banyak membaca shalawat kepadaku (Nabi).
مَا أكْثَرَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِيْ حَيَاتِهِ أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ مَخْلُوْقَاتِهِ أنْ يَسْتَغْقِرُوا لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
Barangsipa membaca shalawat kepadaku di waktu hidupnya maka Allah memerintahkan semua makhluk-Nya memohonkan maaf kepadanya setelah wafatnya.
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَقًرَّقُوْا مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ وَصَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ إلَّا قَامُوْا عَنْ أنْتَنَ مِنْ حِيْفَةٍ
Mereka yang berkumpul (di suatu majlis) lalu berpisah dengan tanpa dzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada nabi, maka mereka seperti membawa sesuatu yang lebih buruk dari bangkai.
Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz 'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun mengenai yang lebih afdhol antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak menambahkannya para ulama berbeda pendapat.
Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi. Beliau berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada melakukan perintah (muruatul adab afdholu minal imtitsal) dan ada dua hadits yang menguatkan ini.
Yaitu hadits yang menceritakan sahabat Abu Bakar ketika diperintah oleh Rasulullah mengganti tempatnya menjadi imam shalat subuh, dan ia tidak mematuhinya. Abu bakar berkata:
مَا كَانَ لِابْنِ أَبِيْ قُحَافَةَ أَنْ يَتَقَدَّمَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ
Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah.
Yang kedua, yaitu hadits yang menceritakan bahwa sahabat Ali tidak mau menghapus nama Rasulullah dari lembara Perjanjian Hudaibiyah. Setelah hal itu diperintahkan Nabi, Ali berkata
لَا أمْحُو إسْمَكَ أَبَدُا
Saya tidak akan menghapus namamu selamanya.
Kedua hadits ini disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori dan Muslim.Taqrir (penetapan) yang dilakukan oleh Nabi pada ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan ali yang dilakukan karena melakukan adab dan tatakrama ini menunjukkan atas keunggulan hal itu.
wallohu'alam.
Kitab Marifatullah
kango langkung jelas tepangan alamat blog anu dihandap ieu :
http://kumpulanebookislamgratis.blogspot.com/
Kitab Marifatullah
Bissmillahirahmaanirrahiimi.
Alhamdulillahi robbil’alamiin, wassholatu wassalamu ‘ala syaidina Muhammadin wa ‘ala aliihi wa shohbihi ajma’iin.
Mimiti jisim kuring nulis ieu kitab, ngalap berkah tina jenengan Allah ta’ala, nu murah ti dunya ka umat-umatna sakabeh, jeung nu asih di Akherat ka umat-umatna anu mu’min, ari Rohmatna Allah ta’ala kasalametannana turuna ka atas panutan urang Kangjeng Nabi Muhammad Shalallohu ‘alaihi wassalam, jeung ka para sahabatna rawuh kulawargana sakabeh.
WAJIB MA’RIFAT KA ALLAH TA’ALA
Ari ma’rifat ka Allah ta’ala teh wajib di sakabeh jalma mukalaf, tegesna jalma anu geus aqil baligh, eta wajib teu meunang henteu, karana aya dawuhannana Kangjeng Nabi Muhammad shalallohu ‘alaihi wassalam kieu :
Awwalu dinni ma’rifatullahi ta’ala
Sundana : Awal –awal Agama eta kudu nyaho heula ka Allah ta’ala, sababna pang kudu nyaho heula teh, supaya manusa enggoning ngalakonan ibadahna syah ditarima amal ibadahna ku Allah ta’ala, sabab tadi oge amal teh kudu kalawan ilmu, upama teu kalawan ilmu batal, tegesna teu jadi, samangsa-mangsa teu jadi tangtu moal aya mangfa’atna pikeun di Akherat ngan ukur keur di dunya wungkul.
Tapi dina hal ilmu mangkade kaliru, ari hartina ilmu teh kanyaho, tapi lain kudu nyaho kana syara, syahna batalna ibadah bae, tapi kudu jeung nyaho (ma’rifat) ka Allah ka Rasulullah, sabab eta teh ibarat tempat atawa gudangna keur piwadaheun amal ibadah urang sarerea, ulah teu puguh sokna.
Ibarat lamun di dunya mah ibadah keur ngumpul-ngumpulkeun papaes imah, saperti meja korsi lomari jeung salianna, ari ma’rifat ka Allah ibarat urang ngabogaan imah anu pageuh anu gede, nyaeta supaya eta barang-barang nu beunang hese cape teh merenah puguh tempatna, betah ngeunah dicicingannana, karana sanajan boga barang loba sarta aralus hargana mahal, upama teu boga tempat (imahna) rek dimana diteundeunna? Naha rek sina pabalatak di buruan, di pipir-pipir, atuh cicingna oge piraku rek aya kangeunahannana, da meureun kapanasan kahujanan, keur mah teu ngeunah dicicingannana teh, barang-barangna oge tangtu babari ruksak, moal tulus jadi kani’matannana.
Komo deui upama urang boga tekad amal ibadah teh keur bawaeun engke balik ka Akherat, atuh beuki wajib ma’rifatna ka Allah ta’ala teh, sabab pikeun tempat pangbalikan tea.
Upama teu dikanyahokeun ayeuna, naha kira-kirana bisa datang engke kana tempat asal urang tadi? Kapan dina sakaratil maut mah geus moal aya tanyaeun deui, jeung geus moal boga akal deui ku ngarasakeun kanyeri oge, sabab ceuk Hadist upama urang lolong tegesna teu nyaho ka Allah ka Rasulullah ayeuna keur waktu di dunya, engkena di Akherat tetep lolong bae, samangsa-mangsa lolong tegesna poek di Akherat, atuh beubeunangan urang ti dunya anu beunang sakitu hese cape teh, rek dibawa kamana?
Ku sabab teu bisa datang ka Allah, kana asal urang tadi sarerea, palangsiang babawaan teh bakal dibawa utrak-atrok, dibawa asup ka enggon Siluman, babawaan urang dijieun kakayaan di Nagarana, urang di jieun badegana, ku sabab eta ayeuna urang meungpeung di dunya, kudu ikhtiar kudu tiung memeh hujan, tegesna kudu nganjang ka pageto, nyaeta kudu bisa paeh samemeh paeh, karana lamun teu bisa paeh heula sajero hirup, moal nyaho ka Akherat karana nyaho ka Akherat teh kudu bisa paeh heula, kapan ceuk dalilna oge :
Antal mautu qoblal mautu
Jadi gening Akherat atawa asal urang teh, kudu dikanyahokeun jeung kudu dianjangan ti ayeuna, supaya engke ulah nyasab deui, paeh pulatat-polotot, jeba-jebi, larak-lirik neangan jalan.
Jalan-jalanna Ma’rifat ka Allah Ta’ala
Ari jalan-jalanna ma’rifat ka Allah ta’ala nyaeta aya dua jalan, aya nu ti handap ka luhur, jeung aya nu ti luhur ka handap.
Ari anu ti handap ka luhur, nyaeta anu masantren heula, ngaji kitab Qur’an jeung terus ngalakonan ibadahna rukun anu lima perkara, tah anu kitu teh ibadah keur jalan ma’rifat ka Allah ta’ala, tapi hanjakal lolobana mah tara ditepikeun kana ma’rifatna, lantaran kaburu betah, kaburu ngeunah dina asma, tegesna geus ngarasa ni’mat dina Pal Nunjukna (papan merk nu nuduhkeun tempat), padahal upama diteruskeun ma’rifat kana dzatna sifatna Allah ta’ala, piraku teu undak kani’matannana, da gening karek dina asmana wungkul geus sakitu kani’matannana.
Ari jalan anu ti luhur ka handap, nyaeta anu nyumponan dalil tadi Awwalu dinni ma’rifatullahi ta’ala, jalanna lain tina masantren wungkul, tapi kudu jeung ngisat diri nyaeta kudu daek tirakat, kalawan jeung ikhtiar neangan pigurueunnana, Guru anu Mursyid, sabab moal weruh tanpa Guru, ku sabab eta mana ku urang kudu disusul? Teu aya deui lian ti tarekatna Wali nu kudu disusul, sabab eta anu bisa tepi ma’rifat kana sifatna Allah ta’ala nu kasebut Jauhar Awwal tea, nyaeta hakekatna Muhammad tea, da piraku teu aya leleberannana pikeun urang sarerea, sababna tadi oge para Wali pangna sakitu poharana tatapa teh pikeun ngabela umat-umatna Rasulullah supaya bisa baralik deui ka Allah ta’ala.
Ku sabab kitu atuh hayu urang pada teangan ku sarerea eta tarekat wali teh, sabab upama teu buru-buru kapanggih, tangtu urang moal barisa balik deui ka asal, pasti nyawa urang engke bakal marakayangan atawa nitis-nitisan, balik deui ka dunya kana barang anu keuna ku ruksak deui, moal bias nyumponan kana dalil :
Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun
Sundana : Asal ti Allah kudu balik deui ka Allah.
Ku sabab kitu tangtu sarerea oge meureun pada bingung keneh, pada-pada percaya oge, lantaran urang pada teu ngarasa tadi inditna ti Allah, turunna ka alam dunya, tapi kusabab dalilna kitu, gancang bae ngaku yen urang asal ti Allah, tapi ngakuna teh sasemet biwir bae, kapaksa ngaku soteh sieun disebutkeun kufur kafir karana henteu percaya kana dalil, tapi atina mah keukeuh poek teu kaharti ku sabab teu karasa. Kusabab eta ayeuna pribados arek mere panerangan saeutik, malah mandar tiasa percaya sareng karaosna, urang tadi asal ti Allah kieu katerangannana, urang papay ti handap ka luhur supaya kaharti ku akal.
Mimiti urang tumarima asal ti mana? Nu kaharti jeung ku umum, urang asal kaluar teh ti Indung. Teruskeun deui papay ka luhurna, ari Indung asal ti mana? Tangtu Indung urang teh kaluar ti Nini. Ari nini asal ti mana? Teu salah deui asal kaluar ti Buyut. Ari Buyut asal ti mana? Tangtu kaluarna ti Bao. Ari Bao asal ti mana? Nya asalna kaluar ti Janggawareng. Ari Janggawareng asal ti mana? Tangtu kaluar ti Udeg-udeg. Ari Udeg-udeg asal ti mana? Tangtu asalna kaluar ti Kakait Siwur, saterusna kitu bae, ti Indungna deui, ti Indungna deui nepi ka Babu Hawa. Ari Babu hawa asal ti mana? Ku sakaol ceuk Hadist asalna Babu Hawa teh asal tina iga burungna Nabi Adam. Ari Nabi Adam asal ti mana? Diterangkeun ku Hadist, asalna Nabi Adam teh tina aci Bumi-Seuneu-Cai-Angin. Ari aci Bumi-Seuneu-Cai-Angin asal ti mana? Diterangkeun ku Hadist asalna tina Nur Muhammad, cahya opat perkara :
1. Cahya Hideung hakekat Bumi
2. Cahya Bodas hakekat Cai
3. Cahya Koneng hakekat Angin
4. Cahya Beureum hakekat Seuneu
Ari Nur Muhammad asal ti mana? Eta oge diterangkun ku Hadist asalna tina Nurna Maha Suci, nyaeta tina Jauhar Awwal, tah semet eta buntu. Sabab geus diterangkeun ku Hadist jeung Qur’an, eta Jauhar Awwal teh bibitna tujuh Bumi tujuh Langit, saweruh eusina kabeh. Jadi, ana kitu ceuk dalil asal ti Allah nyaeta asal ti dinya tina Jauhar Awwal tea. Sifatna caang padang, nyaeta gulungna Dzat jeung Sifatna Maha Suci, kakara jeneng Asma Allah.
1. Cahya Beureum jadi hakekat lafad Alif
2. Cahya Koneng jadi hakekat lafad Lam awal
3. Cahya Bodas jadi hakekat lafad Lam akhir
4. Cahya Hideung jadi hakekat lafad He
5. Johar Awal jadi hakekatna Tasjid
Kitu katerangannana, jadi eta cahya nu kasebut di luhur teh nu disebut Ismudzat tea. Hartina Dzat laisa kamishlihi atawa Asmana nu Maha Suci, ceuk anu Ahli Padzikiran mah Latifah tea. Tah engke teh kudu bisa balik deui ka dinya, nu matak kacida wajib dikanyahokeunnana ti ayeuna. Geura susul tarekatna anu bisa miceun hijabna atawa pipindingna anu jadi moekan kana eta Dzat Sifatna Allah ta’ala, sing kapanggih jeung hakekatna Tasjid Muhammad, anu aya dina wujud pribadi. Tah eta kunci Muhammad anu bakal bisa ngaburak-barik hijabna ka Allah ta’ala. Upama kapanggih Insya Allah tangtu urang bisa nyumponan kana babasan Mulih ka Jati, Pulang ka Asal, nyaeta mulih ka jati teh, rasa jasmani anu ayeuna keur dipake balik deui kana rasa tadi keur waktu aya dina Nurullah (Jauhar Awwal). Ari pulang ka asal nyaeta jasmanina ngajadi asalna deui, nyaeta ngajadi Nur Muhammad cahya opat rupa deui, Beureum Koneng Bodas Hideung. Samangsa-mangsa balik ka asal, nya ngaranna sampurna hartina beak beresih beak rasana beak jasmanina.
Mimitina Mun Rek Neangan Pangeran
Aya dawuhanna Kangjeng Nabi Muhammad sholallohu alaihi wassalam :
Man tholaba maulana boghairi nafsihi faqad dolla dolaalan ba’ida
Sundana : Saha-saha manusa neangan Pangeran kaluar tina dirina sorangan, mangka temen-temen eta si jalma kasasar. Karana dina tekadna ngarasa jauhna jeung Allah ta’ala, padahal aya dalilna :
Wa nahnu aqrobbu ilaihi min hablil warid
Sundana : Aing geus teu aya antarana deui jeung maraneh sakabeh, sanajan diibaratkeun urat beuheung jeung beuheung maneh pribadi oge, masih keneh deukeut keneh maneh jeung Aing. Nu matak manusa leuwih dimulyakeunnana ku Allah ta’ala kapan ceuk Hadistna oge kieu :
Wa laqad karomma bani Adam
Sundana : Kami geus ngamulyakeun pisan ka anak putu Adam. Malah aya deui dalilna :
Laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim
Sundana : Manusa teh pang alus-alusna jeung pang aheng-ahengna kajadian ti sasama makhlukna Allah ta’ala. Geura lamun maneh geus nyaho kaayaan dina sajero diri maneh sorangan, tangtu engke ngarasa kaahengannana nu aya di badan sorangan.
Aya deui dawuhannana Kangjeng Nabi Muhammad sholallohu alihi wassalam :
Man ‘arofa nafsahu faqad ‘arofa robbahu
Sundana : Saha-saha anu geus nyaho ka dirina sorangan geus tangtu nyaho ka Pangerannana.
Wa man ‘arofa robbahu faqad jahilan nafsahu
Sundana : Jeung saha-saha anu geus nyaho ka Pageran, tangtu ngarasa bodo dirina, karana tangtu kaharti si jasad moal bisa usik malik lamun teu di daya upayakeun ku Pangerannana.
Sidik ieu Si jasad teh jadi rokrakna, anu matak urang kudu ngaji teh ulah ngaji kitab anu keuna ku ruksak bae, tapi kudu ngaji kitab anu langgeng kapan ceuk Hadist oge kieu :
Iqra kitabaka kafa binafsika alyauma ‘alaika hasiba
Sundana : Maneh kudu ngaji kitab anu langgeng, nyaeta kudu ngaji kitab langgeng anu aya dina diri maneh sorangan, geura teangan Qudrat Iradatna Pangeran dina diri sorangan, karana leuwih nyata kakawasaannana Pangeran teh dina diri sorangan, jeung leuwih nyata hirupna Pangeran teh dina diri sorangan, jeung leuwih nyata tingalina Pangeran teh dina diri sorangan, jeung leuwih nyata danguna Pangeran teh dina diri sorangan, sarta leuwih nyata pangandikana Pangeran teh dina diri sorangan, karana ceuk dalilna :
Wa huwa ma’akum ainama kuntum
Sundana : Allah ta’ala teh ngabarengan bae ka umat-umat sakabeh, dimana bae maneh aya, di dinya Aing aya, tapi sategesna ngaran dibarengan ku Allah ta’ala teh nyaeta, ku Qudrat Iradatna jeung ku Ilmuna, kapan sidik dina sifat dua puluh oge geus ngarangkep-rangkep sapert :
Hayat jeung Hayan
Hayat hartina Hirup
Hayan hartina Nu hirup
Sama jeung Sami’an
Sama hartina Dangu
Sami’an hartina Nu ngadangu
Bashar jeung Bashiran
Bashar hartina Ningali
Bashiran hartina Nu ningali
Kalam jeung Mutakalliman
Kalam hartina Ngucap
Mutakalliman hartina Nu ngucap
Qudrat jeung Iradat
Qudrat hartina Kawasa
Iradat hartina Keresa
Naon nu kawasa di diri urang teh? Teu aya deui lian ti Hirup, buktina gening bisa usik.
Iradat hartina Keresa, nyaeta buktina :
Panon bisa ningali
Cepil bisa ngadangu
Baham bisa nyarita
Pangambung bisa ngangseu
Tuh gening bukti, sidik teu pisahna teh, ayeuna mah atuh ngan kari neangan barangna bae, siga naon sifatna Qudrat atawa sifat Hirup teh? Wajib pisan kapanggihna supaya bisa kaharti jeung karasana, ulah percaya ceuk beja kudu nyaho ceuk sorangan.
Nerangkeun Hartina Iman jeung Ma’rifatna
(Iman hartina Percaya – Ma’rifat hartina Nyaho)
geuning beda Iman jeung Ma’rifat teh, ana kitu atuh urang percaya ayana Allah ta’ala teh kudu jeung nyahona (ma’rifat) upama mun teu jeung sidikna mah tangtu Imanna Iman Taqlid, jadi ngakuna percaya ayana Allah ta’ala teh ceuk beja ti batur, atawa meunang beja ti kitab bae. Jadi anu kitu faham teh meh sarerea. Iman ka Allah teh semet percaya kana ayana bae, pedah aya dadamelanna Bumi jeung Langit. Atuh ana kitu mah sumawonna nu nyekelan Agama Islam, kapan anu nyekelan Agama sejen-sejen oge pada percaya kana ayana Allah ta’ala mah, atuh naon bedana Agama Islam jeung Agama-agama sejen? Pedah eta kitu Agama Islam mah aya rukuna, Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa, Munggah Haji? Kapan dina Agama sejen oge aya Syahadatna , pada aya Sholatna, ngan beda pertingkahna jeung basana wungkul, maksudna tangtu sarua. Kapan tadi Agama Islam teh pang luhung-luhungna ti Agama-agama nu sejen da kapan kieu dalilna oge :
Al insaanu sirri wa anna sirruhu
Sundana : Rasa Muhammad teh nya rasa Allah, Allah Haqna Muhammad. Tah kitu, anu matak Agama Islam disebut pang luhur-luhurna teh, lantaran pang parek-parekna ka Allah ta’ala, moal aya allah lamun teu aya Muhammad, moal aya Muhammad lamun teu aya Allah. Sategesna moal aya Sifat lamun teu aya Dzat, moal aya Dzat lamun teu aya sifat. Anu matak Kangjeng Rasulullah disebat Panguluna Rasul, jeung disebut Babuning Roh sakabeh, jadi Agama Islam pang disebat luhurna teh, nyaeta ku sabab aya haq ma’rifat ka Allah ta’ala. Kapan bukti Mi’raj, barang beh dieuna mah Kangjeng Gusti Syarif Hidayatullha Wali Kutub Cirebon, Mi’rajna teh tiasa tepang sareng hakekatna Kangjeng Nabi Muhammad sholallohu alaihi wassalam, nyaeta anu kasebut Jauhar Awwal tea, tegesna sifat nu Maha Suci. Saur para Wali mah Sajatining Hirup atawa Sajatining Syahadat, nyaeta gulungna Dzat jeung Sifatna Maha Suci. Jadi, sanajan urang oge upama bisa kapanggih mah jeung Tarekat Wali, Insya Allah bisa tepang sareng Hakekatna Rasulullah. Samangsa-mangsa geus bisa tepung jeung Hakekatna Rasulullah, kakara urang diaku umatna. Samangsa-mangsa geus diaku umat Rasulullah, Insya Allah engke bakal dicandak kana kasalametan Anjeuna, nyaeta kana Kasucian. Upama teu acan kana hakekatna, tetep teu acan syah urang ngaku jadi umat Rasulullah teh, karana dina rukun syahna maca Syahadat oge geus diterangkeun dina kitab :
1. Kudu netepkeun heula Dzatna Allah ta’ala
2. Kudu netepkeun heula Sifatna Allah ta’ala
3. Kudu netepkeun heula Asmana Allah ta’ala
4. Kudu Sidik heula ka Rasulullah
Tah gening kitu maca Syahadat teh, gening kudu sidik heula ka Rasulullah, sabab kumaha bisa netepkeun ayana Allah jeung Rasulullah, upama teu acan nyaho (ma’rifat) kana sifat-sifatna. Sabab, bisa netepkeun teh, kudu puguh heula barang-barangna anu ditetepkeunnana. Gening kitu satemen-temenna maca Kalimah Syahadat teh, lain darapon nyebat bae, karana ari darapon nyebut bae mah, budak lembut oge pada bisa. Nu matak wajib jeung nyahona, sabab upama teu jeung nyahona mah, ibarat maca programma bioscoop anu rame, tapi teu jeung lalajona, naha jadi kani’matan ka urang? Kitu deui sanajan teu maca programmana, tapi lalajo datang kana tempatna eta bioscoop, naha utama mana? Utama anu maca programmana tawa utama nu lalajona?
Kitu deui dina bab Agama (Ilmu), nu ngaos atawa nu ngadangukeun kana ieu kitab, ulah gancang percaya, ulah gancang ngalain-lain, karana ieu zaman geus alur, pikiran jalma geus naraek, geus teu pati hayangeun dibobodo. Jalma ayeuna mah dina sagala rupa hayang karasa hayang yakin, sing inget kana babasan kolot baheula, Batu turun Keusik naek, teu halangan mungguhing kawenangan Allah, Si kolot jadi bodo, Si budak jadi pinter, jeung kudu inget mungguh Ilmuna Rasulullah teh aya opat pangkat, nyaeta :
1. Ilmu Sare’at
2. Ilmu Tarekat
3. Ilmu Hakekat
4. Ilmu Ma’rifat
Dina zaman ayeuna mah ilmu ma’rifat anu diarudag-udag teh, hayang sidik ka Allah ka Rasulullah, da bongan aya dalil :
Wa‘bud robbaka hatta ya’tiyakal yaqiin
Sundana : Nyembah ka Allah teh kudu sidik sarta yakin supaya syah Dzatna, syah Sifatna, syah Asmana, syah Af’alna. Enggoning ngumbara di alam dunya teh, sing tepi ka ngarasana teu papisah jeung Allah jeung Rasulullah. Samangsa-mangsa geus teu ngarasa pisahna jeung Allah jeung Rasulullah beurang peuting, sugan piraku urang rek goreng tekad, goreng laku saperti sirik pidik, jail kaniaya ka sasama makhluk, karana tangtu ngarasa isinna, lantaran ngarasa di poconghok beurang kalawan peuting ku Pangeran. Sagala hal moal disumput salindungkeun deui, jeung sagala hal kalakuan naon bae, moal make Ujub Takabur Riya, karana ngarasa geuning diri urang teh Hina Bodo Do’if. Bisa soteh jadi aya rizki pagawean bisa jadi, sihoreng kalawan pitulungna nu Maha Suci, nyaeta Qudrat Iradatna anu Kawasa.
Jadi ayeuna oge bisa ditetepkeun, samangsa-mangsa jalma make keneh kalakuan Sirik Pidik Jail Kaniaya ka sasama makhlukna Allah ta’ala, boh dinu Ma’siat, boh di Lebe, boh di Santri, boh di Kyai pisan, ciri-ciri eta jalma tacan ngarasa deukeutna jeung Rasulullah sumawonna jeung Allah ta’ala. Samangsa-mangsa teu ngarasa deukeutna jeung Pangeran, tangtu laku jeung tekadna cicing dina Ujub Riya Takabur, sok ngaku aing pinter teu deungeun, ngaku bener aing teu deungeun, ngaku bisa ngaji aing teu deungeun, ngaku Islam aing teu deungeun. Jadi jalma kitu teh ngaku boga Qudrat Iradatna sorangan bae, teu narima kana Qudrat Iradatna Pangeran. Jadi ngarebut atawa mapadani kana kakawasaannana Allah ta’ala. Kapan teu gampang urang ngaku Islam, sumawonna taduh-tuduh ka batur, Si itu Islam Si itu Kafir. Karana Islam Kafir anging Gusti Allah anu uninga jeung nu baris netepkeunnan, kieu katerangannana :
BAB ISLAM
Ari tegesna Islam teh Suci, beresih tina sagala kokotor, naon anu ngajadikeun kokotor? Teu aya lian anging nafsu. Ku sabab eta saha bae jalmana di dunya nu teu boga nafsu? Sumawona di nu jalan ma’siat, sanajan dinu ahli Agama oge pada katetepan nafsu, komo deui anu make sirik pidik ujub riya takabur, sanajan nafsu hayang ka dunya oge geus kotor bae. Kieu katerangannana.
Sategesna Islam teh teu dua teu tilu, estu ngan hiji-hijina, malah keur sahiji teh Gaib. Nyaeta sategesna sifatna Islam teh Nur, tah eta anu teu katetepan nafsu teh, sabab tadi gening urang keur aya dina Allah Nur mah teu boga nafsu hayang nanaon. Kitu deui anu Islamna oge teu dua teu tilu, da ngan sahiji-hijina, nyaeta Kangjeng Rasulullah. Tuh gening jalma mah teu kabagean pangkat Islam, jalma mah ngan ukur jadi umat, sabab kudu nyaho heula ka Rasulullah jeung ngalakonan kana parentahna. Lolobana mah ngan ngaku-ngaku wungkul, sumawonna nyaho ka Rasulullah, kana parentahna oge loba anu teu ngalakonan. Kapan dina rukun Islam oge diwajibkeun jarah ka Madinah ka Pakuburannana Rasulullah, jeung ka Baetullah, hakekatna kudu terang kana hakekatna Rasulullah jeung Karatonna Allah ta’ala nu aya di diri sorangan, kapan aya dalilna :
Kullu ummatin wa rusulili
Sundana : Dina sakabeh pada katetepan Rasulullah, hartina rasana Allah.
Ku sabab eta perlu urang panasaran, wajib nganyahokeunnana kana hakekat Rasulullah nu aya di badan sorangan. Peupeuriheun jarah ka Mekah ka Madinah teu bisa, kapan tadi ge aya dua rupa Munggah Haji teh, Haji Majaji jeung Haji Hakeki.
Haji Majaji nyaeta anu bisa jarah ja Baetullah jeung ka Madinah.
Haji Hakeki nyaeta anu geus nganyahokeun kana hakekatna Baetullah jeung Rasulullah dina diri sorangan, karana rasulullah teu pupus. Upama pupus mah alam dunya ge moal aya, kapan gening Kangjeng Gusti Syarif Hidayat oge tiasa tepang di jalan tarekat. Jadi sanajan urang oge upama hayang jadi umat Rasulullah kudu bisa nyaho kana hakekatna Rasulullah nu kasebut Johar Awal tea. Sing kapanggih jeung tarekatna leleberannana tina para Wali.
NERANGKEUN UMAT RASULULLAH
Ari umat Rasulullah teh haq-haqna mah ngan aya opat, nyaeta :
1. Sahabat Abu Bakar Sidiq, Radiallohu Anhu
2. Sahabat Umar Bin Khatab, Radiallohu Anhu
3. Sahabat Usman Bin ‘Affan, Radiallohu Anhu
4. Sahabat ‘Ali Bin Abi Thalib, Karomallohu Wajhah
Sabab eta anu opat nu sagalang sagulung beurang peuting jeung Rasulullah, sarta didamel Sahabat (utusannana Rasulullah), tapi ayeuna sarerea oge meureun terang yen eta Sahabat anu opat teh geus parupus majajina mah, tapi hakekatna mah teu pupus, aya di badan manusa, kapan Rasulullah oge hakekatna oge aya di manusa.
1. Hakekat Abu Bakar nyatana Paningal
2. Hakekat Umar nyatana Pangdangu
3. Hakekat Usman nyatana Pangucap
4. Hakekat ‘Ali nyatana Pangangseu
Eta Paningal-Pangdangu-Pangucap-Pangangseu teh gaib kabeh teu aya rupana. Teh eta hakekatna Sahabat teh, anu matak eta Sahabat anu opat teh kudu nganyahokeun kana hakekatna Kangjeng Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wassalam, jeung kudu jadi hiji sing bisa ngarasa babarengannana beurang peuting jeung Rasulullah. Samangsa-mangsa geus teu ngarasa papisahna jeung Rasulullah, tetep jadi umatna. Tiap-tiap geus jadi umatna tangtu engke bakal disampurnakeunnana, didatangkeun ka Gusti Maha Suci (asalna), upama teu nyaho ayeuna mah ka Rasulullah sarta teu ngarasa ngahijina engkena oge pipisahan bae, nyawa urang moal salah deui tangtu balik deui ka dunya marakayangan jadi Jurig, Setan, Siluman atawa nitis-menitisna deui ka jalma atawa ka sato. Samangsa-mangsa nyawa manusa balik deui ka dunya tetep bakal cilaka asup ka Naraka, engke dina Kiamatna ieu alam dunya, karana ayeuna nyawa-nyawa manusa anu marakayangan tegesna teu bisa balik ka Allah. Ceuk basa ayeuna mah keur di Preventief, aya di alam Barjah tunggu-tunggu Landraad, engke inget bakal aya landratan nu leuwih gede dina Walyaumil Akhiri (kiamatna ieu alam dunya).
NERANGKEUN RUKUN IMAN ANU KAGENEPNA NYAETA
Wal qodri khairihi wasirrihi minallohi ta’ala
Sundana : Untung ala untung becik papasten ti Allah ta’ala atawa hade goreng ti Allah ta’ala.
Lebah dieu urang percayana teh ulah kaliru, kudu dipikir dilenyepan karana tadi Gusti Allah teh sifat Maha Suci. Piraku anu suci make bakal nyiksa, make bakal ngaganjar engke di Akherat, jadi ana kitu mah Gusti Allah ngadamelna manusa teh ngalap faedah, kersana rek ngaganjar jeung rek nyiksa. Lamun kitu mah moal tulus sucina Allah ta’ala teh, tapi urang kudu percaya kana dalil, urang kudu percaya kana ayana Sawarga Naraka atawa ngeunah teu ngeunah engke di Akherat, karana ayeuna ge di dunya kembangna geus karasa. Aya ngeunah jeung teu ngeunah, tapi Sawarga Naraka teh lain ti Allah tapi sategesna tina tekad ucap jeung pamolah urang keur waktu di dunya, sabab tadi Gusti Allah ngadamelna manusa teh sakali jadi, henteu nungtutan deui, geus Kun fayaakun breg sama sakali cukup teu aya kakurangannana. Tapi maparin cukup teh nyaeta maparin parabotna wungkul, naon parabot ti Allah ta’ala teh? Nyaeta anggahota saperti leungeun dua, suku dua, panon dua, ceuli dua, irung, baham jeung nafsu anu opat perkara (Amarah, Loamah, Sawiyah, Mutmainna). Kieu dawuhannana Allah ta’ala lamun maneh hayang ka Naraka tegesna hayang kana teu ngeunah, prak bae migawe ‘ala, nyaeta migawe kalakuan anu goreng, da kapan geus sadia parabotna ti Aing, aya Amarah Lowamah Sawiyah. Kitu deui lamun maneh hayang ka Sawarga tegesna kana kangeunahan, pek bae geura migawe becik, hartina migawe kalakuan anu hade, da kapan geus sadia parabotna ti Aing nyaeta nafsu Mutmainnah. Tah kitu sategesna mah pang aya Sawarga Naraka di dunya sumawona di Akherat oge, beunang nyieun tina tekad jeung pamolah urang waktu keur di dunya, kitu deui beubeunangannana oge moal keur batur, tetep keur milik sorangan, ti dunya nepi ka Akherat.
Jadi ku sabab eta ayeuna urang sarerea mangka ati-ati enggoning ngajalankeun parabot ti Gusti Allah teh. Kudu make budi jeung pamilih anu cukup, ulah rek ngagunakeun teuing parabot Amarah Lowamah Sawiah, kilangbara ari teu dipake pisan mah, atuh ulah loba-loba teuing, sakurang-sakurangna sing sama timbang jeung ngagunakeun parabot Mutmainnah. Karana sing awas, eta beubeunangan tina pagawean urang teh engke di Akherat ku Gusti Allah bakal ditetepkeun, sabeunang-beunangna tina pagawean urang ti pangumbaraan nyaeta di alam dunya, saboga-bogana moal pahili deui.
Kumaha atuh akalna supaya urang bisa ngalobakeun parabot Mutmainnah? Teu aya deui akalna lian ti urang kudu bisa nyalindung ka Allah ka Rasulullah, tegesna ku ma’rifat, tiap-tiap geus ma’rifat tangtu bisa ngarasa babarenganna beurang jeung peuting jeung Allah jeung Rasulullah. Tiap-tiap geus ngarasa teu pisah, Insya Allah bisa hade, ibadahna kalawan syah Nagara ge tangtu aman.
NERANGKEUN PASAL QUR’AN
Ari Qur’an teh aya opat perkara :
1. Qur’anul Majid
2. Qur’anul Karim
3. Qur’anul Hakim
4. Qur’anul ‘Adzim
Ieu Qur’an anu opat perkara disurahannana ku sahiji Ajengan kieu :
1. Qur’anul Majid, nyaeta Qur’an anu aya hurufna nu umum sok diaraji ku kaom Islam sadunya.
2. Qur’anul Karim, hartina Qur’an anu mulya, buktina nyaeta keneh bae Qur’an anu aya tulisannana, karana eta anu dimulyakeun ku kaom Islam saalam dunya.
3. Qur’anul Hakim, hartina Qur’an anu agung disebatkeun barangna eta keneh bae, Qur’an anu sok dibaraca, sabab eta anu diaragungkeun ku kaom Islam saalam dunya.
4. Qur’anul ‘Adzim, hartina Qur’an anu suci jeung langgeng, dituduh eta keneh bae buktina mahQur’an anu aya tulisannana, karana eta anu suci jeung langgeng hukumannana ti dunya nepi ka Akherat.
Tah kitu eta Qur’an anu opat perkara teh, disurahannana kunu Ahli Syara, jadi borong bae kajeun aya opat ngaranna, barangna mah eta-eta keneh bae.
Jadi ana kitu eta Qur’an tulisan teh dianggap Tapekong, karana kapan sidik Qur’an eta mah beunang nulis manusa, naha disebutkeun Qur’an anu mulya, anu agung, anu suci anu langgeng, kapan sidik Qur’an tutulisan mah keuna ku ruksak, jadi lamun kaom Islam keukeuh boga patekadan kitu, atuh teu beda jeung Agama Cina, sesembahannana Migustina kana barang anyar, turug-turug nu nyieunna oge nu anyar.
Ku sabab kitu muga dulur-dulur kaom Islam ulah kaliru, kieu ayeuna dihandap ku jisim kuring rek diterangkeun pasal eta Qur’an anu opat perkara teh.
1. Qur’anul Majid, eta mah cocog barangna, nyaet Qur’an majaji anu bukti aya hurufna, umum sok dibaraca ku sarerea kaom Islam.
2. Qur’anul Karim, hartina Qur’an anu Mulya, sategesna anu ngaran Qur’anul Karim teh buktina Panangan katut Ramo, karana kapan sidik jolna eta aksara teh tina Tangan jeung Ramo, jadi sategesna anu mulya teh nyaeta Panangan katut Ramona anu mimiti ngadamel eta Qur’an, cik saha anu ngayakeun eta Qur’an? Piraku teu kaharti, tah eta anu Mulya teh.
3. Qur’anul Hakim, hartina Qur’an anu Agung, nyaeta buktina teh Paningal, karana Panangan Ramo moal bisa nulis upama teu aya Paningal, jadi sateges-tegesna nu agung teh nyaeta Paningalna anu mimiti ngayakeun eta Qur’an.
4. Qur’anul ‘Adzim, hartina Qur’an Suci jeung Langgeng, nyaeta buktina Hirup, karana Paningal Tangan jeung Ramo moal bisa ngajadikeun upama teu aya Hirup, jadi sateges-tegesna anu suci jeung nu langgeng teh Hirupna nu mimiti ngayakeun eta Qur’an.
Ku sabab kitu urang oge ayeuna ngaji teh, lamun hayang tepi kana sucina lamun hayang tepi kana sampurnana. Eta Qur’an anu opat perkara teh, kudu diaji kabeh. Mimiti urang kudu daek maca Qur’anul Majid, nyaeta Qur’an majaji anu aya hurufna, tah eta bagian ilmu sare’at, sanggeus dibaca kudu terus diaji, nyaeta kudu dihartikeun pimaksudeunnana, sanggeus kaharti pimaksudeunnana, geura teangan jeung pigawe tarekatna sangkan karasa, sabab eta Qur’annul Majid teh tuduh jalan pikeun nganyahokeun ka Allah ka Rasulullah, jalanna teu aya deui lian ku tarekat, nyaeta Qur’annul Karim, hartina kudu ngaji pagawean tangan jeung ramo urang anu sakira bakal tepi ka Allah ka Rasulullah. Karana Gusti Allah maparin leungeun jeung ramo ka manusa teh, lain kudu dipake ngajadikeun kana barang dunya anu keuna ku ruksak bae, tapi jeung kudu dipake ngajadikeun jalan keur nganyahokeun ka Allah ka Rasulullah, supaya tangan jeung ramo urang teh jadi Mulya, karana aya dalilna :
Asho biahum fii adzaanihim minasshowaiki
hadzarol mauti walahu muhitun bil kaafiriin
Kieu pisundaeunnana : Lamun tangan jeung ramo maneh teu dipake nyieun jalan maot, tetep tangan jeung ramo maneh martabat ramo hewan, kafir tetep bakal ka Naraka.
Tina Qur’anul Karim kudu naek deui kana Qur’anul Hakim bagian hakekat, nyaeta kudu ngaji pagawean paningal urang anu sakira bakal hakim tegesna kana barang langgeng tea, nyaeta kana hakekatna Allah jeung Muhammad, karana Gusti Allah maparin awas paningal ka manusa teh lain bae kudu dipake kana ngawaskeun barang anyar anu keuna ku ruksak bae, tapi jeung kudu dipake ngawaskeun kana hakekat Allah jeung Rasulullah, nyaeta anu kasebat Qur’anul ‘Adzim anu langgeng tea atawa sifatna hirup, bibitna tujuh bumi tujuh langit sarawuh eusina kabeh. Tah didinya urang oge asalna jadi sategesna ngaran ma’rifat ka Allah teh nyaeta anu geus nyaho kalawan Hakim kana hakekat Allah jeung Muhammad tegesna Jauhar Awwal. Tapi mangkade kaliru,bisi netepkeun Jauhar Awwal teh kana caangna Panonpoe anu katingal ku panon kapala, eta mah Jauhar Firid bagian Sawarga Loka (Dewa), tempatna di Gunung Himalaya. Perkara Johar Awal sajati mah nyaeta anu kasebut Johar Latif, tegesna gaib moal bisa katingal ku panon kapala, ceuk dalilna kieu :
Ru’yatullaahi ta’ala fii dunya bi’ainil qalbi
Hartina : Ningali hakekatna Allah ta’ala di dunya ku awasna ati, tegesna ku hakekatna Rasulullah, sabab sifat jalma mah moal aya anu bisa ma’rifat ka dinya, karana jelema mah ngan ukur dipake tempat ningalina Rasulullah ka Allah ta’ala. Samangsa-mangsa wujud geus bisa dipake tempat ningalina Rasulullah ka Allah ta’ala, tangtu ramo urang bisa nyaritakeun yen geus ngaku nyaho ka Allah ta’ala, lantaran geus dibejaan (dipasihan terang) ku Rasulullah, jadi urang mah kabawa nyaho kabawa ni’mat ku Rasulullah, ti dunya nepi ka Akherat, moal sulaya deui sabab geus tetep jadi umatna Rasulullah. Karana ti ayeuna oge geus teu ngarasa pisahna jeung Rasulullah, lantaran wujud teh beurang jeung peuting dianggo bae tempat ku Rasulullah ningali ka Allah ta’ala. Samangsa-mangsa geus ngarasa babarengan beurang peuting jeung nu suci, Insya Allah tekad jeung laku teh lila-lila kabawa suci. Setan-setan ge moal dareukeut, tapi kitu soteh nu ma’rifat kalawan tauhidna, ari teu jeung tauhidna mah sulaya bae, sanajan geus boga tarekatna. Teu ngarasa sieun teu ngarasa isin, jongjon bae tekad jeung lakuna sakama-kama, jadi nu kitu teh ma’rifatna, ma’rifatna Mikung, tangtu di dunyana ge moal meunang safa’at ti Rasulullah, di dunyana moal lepot ti kasusah, kabendon ku nu Maha Suci. Ibarat lampu dikurungan ku semprong anu kotor geus tangtu kaluarna oge poek, da kudu suci pasuci-suci, suci eusina, suci cangkangna, kakara jadi, di dunyana moal lepot tina kani’matan, di Akherat pon kitu deui.
Ku sabab eta poma pisan dulur-dulur anu geus boga jalan ka-ma’rifatan , tekad jeung laku goreng teh kudu dijaga bener-bener, ulah darapon nyaho bae, tapi kudu jeung dibarengan ku lakuna jeung tekadna anu hade, sabab lamun urang ngalakonan pagawean ma’siat ngalanggar hukum Syara, tangtu urang gancang dibendonna ku Maha Suci langkung beurat, hukuman bongan nyaho, beda deui jeung nu tacan nyaho, saperti di dunya oge, upama urang Kampung maling hayam, dihukumna ngan ukur di denda atawa di bui saminggu, coba lamun Wadana maling hayam hiji, tangtu leuwih beurat hukumannana, jaba ti leupas pangkatna teh, jeung bari dihukum tikel dua tilu ti si Kampung tadi. Hukuman bongan geus nyaho kana artikalna, komo anu geus nyaho ka Allah ta’ala mah, sing inget perjangjian Guru Mursyid (Guru nu geus inkisaf ka Pangeran) ibadah babarengan doraka pipisahan.
AYEUNA NERANGKEUN MARTABAT ALAM TUJUH
(Nganggo rucatan engangna kecap)
1. Alam Ahadiyat huruf Al
2. Alam Wahdat huruf lah
3. Alam Wahidiyat huruf Mu
4. Alam Arwah huruf ham
5. Alam Ajsam huruf mad
6. Alam Misal huruf A
7. Alam Insan Kamil huruf dam
Buktina alam dunya ge eusina ngan tujuh poe, hakekatna nyaeta alam nu kasebat diluhur, tegesna alam tujuh teh lalakon Allah-Muhammad-Adam, ku sabab eta wajib dikanyahokeunnana ku sarerea. Upama urang arek nyusul kana asal. Sabab lamun teu dikanyahokeun ti ayeuna jalan-jalanna jeung barang-barangna, atuh tangtu bakal sasab, moal bisa balik deui kana asal, sabab teu kapanggih deui jeung jalanna waktu tadi turun-turunna ti Akherat ka alam dunya.
Ayeuna eta martabat alam tujuh teh, ku jisim kuring rek diterangkeun sarta make ibarat kalawan dibuktikeun ku gambar, supaya gampang dihartoskeunnana.
Gambar Martabat Alam Tujuh
Tafsirna
A. Nyaeta alam Ahadiyat, martabat nu Maha Suci, dalilna Dzat Laisa Kamishlihi, hartina dzat anu teu aya upama.
Bakat kumaha atuh matak teu beunang diupamakeun? Naha bakating ku kawasana? Atawa bakating ku agungna? Atawa bakating ku hiji-hijina?
Upama bakating ku kawasa, na kapan dina zaman eta mah teu acan aya dadamelannana, karana ngaran kawasa teh kudu bukti heula nu didamelna. Kapan dina dina alam Ahadiyat mah sumawona manusa, Akherat jeung alam dunya ge tacan aya.
Upama bakating ku agungna, da tacan aya nu hina dina di alam Ahadiyat mah, karana aya basa agung teh saenggeusna aya anu hina.
Upama bakating ku hiji-hijina, da kapan teu acan aya dua zaman eta mah, sabab ari hiji teh saenggeusna aya nu loba.
Kumaha atuh pihartieunnana? Supaya eta dalil Dzat laisa kamishlihi teh jadi uni? Kieu upama mufakat mah. Nu matak alam Ahadiyat disebut dalil Dzat laisa kamishlihi, hartina dzat anu teu aya upama, sategesna nyaeta bakating ku suci, hartina beresih teu aya sifat-sifat acan sumawonna jenengannana. Naha rek diupamakeun jeung naon upama teu aya sifatna? Sabab disaksian deui ku dalil nu Maha Suci teh Bilaa Haifin, hartina teu warna teu rupa, teu beureum teu hideung, teu poek teu caang, Bilaa Makanin, hartina teu arah teu engon, teu di kulon teu di wetan, teu di kaler teu di kidul, teu di luhur teu di handap, tah kitu katerangannana, nu matak nu Maha Suci teu beunang diupama-upama, sumawonna di engon-engon, dituduh diditu didieu, lantaran kaburu lain sabab kahalangan ku bukti.
B. Alam Wahdzat martabat sifatna nu Maha Suci. Jadi dina alam Wahdzat mah nu Dzat Laisa teh jadi Dzat Sifat, rupana caang padang, nyaeta nu kasebut Jauhar Awwal. Jauhar hartina Cahya, Awwal hartina mimiti. Jadi nya eta nu pangheula-heulana aya samemeh Bumi jeung Langit, sumawonna manusa. Tah eta Johar Awal teh nu kasebut hakekat Muhammad tea, kapan ceuk Hadist oge Muhamad teh awal-awalna pisan, sabab Johar Awal teh Nur, tegesna cahyana nu Maha Suci. Malah ceuk para Wali mah Sagara Hirup atawa Sajatining Syahadat, karana gulungna Dzat jeung Sifat atawa Allah jeung Muhammad dina hakekat.
C. Alam Wahidiyat, martabat Asmana nu Maha Suci, kajadian tina Jauhar Awwal alam Wahdzat tadi bijil deui sorotna jadi cahaya opat rupa nyaeta
Narun cahya Beureum
Hawaun cahya Koneng
Maun cahya Bodas
Turobun cahya Hideung
Jadi eta cahya anu opat perkara teh, nu disebut Nur Muhammad, ari Muhammadna mah di Johar Awal, barang eta Nur Muhammad cahya opat perkara teh. Disebutna Hakekat Adam, nyaeta Asmana nu Maha Suci.
Cahya nu beureum hakekatna lafad Alif
Cahya nu Koneng hakekatna lafad Lam Awal
Cahya nu Bodas hakekatna lafad Lam Akhir
Cahya nu Hideung hakekatna lafad He
Jauhar Awwal jadi hakekatna lafad Tasjid
Sare’atna jadi lafad Allah, jadi eta cahya nu kasebut di luhur teh, nu ngajadikeun bibit tujuh Bumi tujuh Langit sarawuh eusina kabeh, sanajan Agama oge ti dinya bae.
Ayana Syahadat nyaeta ku ayana Johar Awal
Ayana Sholat nyaeta ku ayana Cahya Beureum
Ayana Zakat nyaeta ku ayana Cahya Koneng
Ayana Puasa nyaeta ku ayana Cahya Bodas
Ayana Munggah Haji nyaeta ku ayana Cahya Hideung
Sanajan waktu oge aya 5 waktu
Shubuh bagian Nabi Adam
Lohor bagian Nabi Nuh
Asyar bagian Nabi Ibrahim
Maghrib bagian Nabi Musa
Isya bagian Nabi Isya
Pertingkahna Sembahiyang oge 5 perkara
Nangtung
Takbiratul Ikhram
Ruku
Sujud
Lungguh
Sahabat oge aya 4 ka 5 Kangjeng Nabi
Sahabat Abu Bakar Ash-Sihidiq
Sahabat Umar bin Khatab
Sahabat Usman bin Affan
Sahabat Ali bin Abi Thalib
Kangjeng Rasulullah
Di Mekah aya Imam 4 ka 5 Baitullah
Iman Syafi’i
Imam Hanafi
Imam Hambali
Imam Maliki
Baitullah
Tah gening sidik kabeh oge tina Asmana Allah, Hakekatna nyaeta Nur Muhammad, cahya 4 perkara kalima Jauhar Awwal.
D. Alam Arwah, martabat Af’alna nu Maha Suci, nyaeta Af’alna Allah ta’ala ngajadikeun ieu alam dunya. Kieu ceuk ilmu akal mah ngadamelna teh.
Ibarat dina Bioskop mah nyaeta Istijradna bangsa Walanda, alam Wahdat nyaeta Johar Awal teh lir ibarat listrikna, ari Nur Muhammad Alam Wahidiat ibarat kacana.
Narun teh ibarat Kaca Beureum
Hawaun teh ibarat Kaca Koneng
Maun teh ibarat Kaca Bodas
Turobun teh ibarat Kaca Hideung
Barang eta kaca anu opat rupa disorot ku Johar Awal, kajadian bijil kalangkangna.
Tina Kaca Beureum jadi Seuneu Alam Dunya
Tina Kaca Koneng jadi Angin Alam Dunya
Tina Kaca Bodas jadi Cai Alam Dunya
Tina Kaca Hideung jadi Bumi Alam Dunya
Ku kawasa-kawasa Allah ta’ala bleg bae jadi ieu alam dunya, nyaeta Jagat Kabir, jadi sategesna alam dunya teh kajadian tina Nur Muhammad.
E. Alam Ajsam, martabat manusa. Sanggeusna ngadeg ieu alam dunya, Gusti nu Maha Suci bade ngersakeun deui nyitakeun alam majaji, terus nimbalan Malaikat, miwarang turun ka alam dunya, kudu nyokot aci seuneu, aci angin, aci cai, aci bumi. Gancangna geus beunang eta aci-aci nu opat perkara teh terus didamel .
Aci Bumi kajadian kulit bulu Adam
Aci Seuneu kajadian Getih daging Adam
Aci Cai kajadian urat balung Adam
Aci Angin kajadian otot sungsum Adam
Ku kawasana Allah ta’ala, jleg bae jadi dalil Muhammad, Mim-He-Mim-Dal, nyaeta :
Cahya nu hideung jadi hakekat lafad Mim Awal
Cahya nu Bodas jadi hakekat lafad He
Cahya nu Koneng jadi hakekat lafad Mim Akhir
Cahya nu Beureum jadi hakekat lafad Dal
Johar Awal jadi hakekat lafad Tasjid
Sare’atna nya jadi lafad Muhammad atawa sabalikna tina lafad Allah.
Mim Awal lafad Muhammad sategesna Sirah
He lafad Muhammad sategesna Dada
Mim Akhir lafad Muhammad sategesna Udel
Dal lafad Muhammad sategesna Suku
Tapi teu acan bisa usik malik, ngagoler saperti Golek, gancang terus diliangan opat liang, nyaeta di Panonan, di Cepilan, di Pangambungan, di Bahaman. Terus eta liang diasupan ku sorotna Nur Muhammad, kajadian bisa usik malik eta Adam atawa Jagat Shagir teh. Jadi sidik pisan ayeuna oge hirupna manusa teh sare’atna ku ayana cahya, kitu deui maotna manusa teh ku teu ayana cahya. Samangsa-mangsa geus teu aya cahyana Si Jasad atawa Jagat Shagir, geus teu aya kakuatannana, buktina gancang buruk.
Kitu deui ieu oge Jagat Kabir, nyaeta alam dunya pang kuatna teh, ku diangliputi ku sorotna Nur Muhammad, jadi moal salah deui engke oge kiamatna ieu Jagat Kabir (alam dunya) saperti manusa (Jagat Shagir) bae, dicandak deui cahyana, nyaeta Panonpoe Bulan Bentang, tangtu bae ieu alam dunya ruksak, atuh tinggal naonna? Tina Bumi tinggal poekna, Seuneu tinggal panasna, Cai tinggal tiisna, Angin tinggal hawana. Saha anu bakal nyicingan eta Naraka? Teu aya deui anu bakal nyicingan teh nyaeta Idajil La’natullah tea, sakanca-kancana sakur nyawa manusa anu henteu barisa balik deui ka Allah ta’ala. Sabab keur di dunyana beunang ku panggoda Setan, lantaran teu Iman ka Allah ka Rasulullah.
Karana eta Idajil teh, tadina mah Malaikat kakasihna Allah ta’ala. Pangna dibendon ku Allah ta’ala, lantaran samemeh aya Adam, dipiwarang ngeusian ieu alam dunya, tapi dijangjianna lilana di alam dunya ngan sarebu taun. Ku sabab Malaikat Idajil ngarasa betah di alam dunya, teu hayangaeun deui balik ka Sawarga nepi ka tilu rebu taun, tah didinya mimitina dibendonna ku Allah ta’ala, jadi geus teu meunang balik deui ka Sawarga, kudu tetep di alam dunya bae. Tapi engke bakal ditetepkeun dina dasar Naraka sanggeus kiamatna ieu alam dunya, bakating ku bedegongna sang Idajil, manehna sanggup bae tapi nyuhunkeun idin rek ngagoda ka anak putu Adam, pibatureun manehna di Naraka. Gusti Allah ngidinan, hade tapi saha-saha anu teu Iman ka Aing jeung ka Rasulullah.
Ayeuna rek malikan deui pasal Adam, tadi diluhur ku jisim kuring geus dicaritakeun, anu didamel Adam majaji teh, tina acina seuneu, angin, cai, bumi, bilih bae anu ngaos sareng anu ngadangukeun ieu kitab nyangka saperti seuneu, angin, cai, bumi teh diperes saperti nyieun aci sampeu, saenyana lain kitu. Jadi anu kasebut aci seuneu, angin, cai, bumi teh buktina nyaeta sakur anu jaradi dina teneuh, saperti tatangkalana nu gede anu leutik, karana kapan sidik bisana ngagedean tatangkalan teh ku opat perkara. Hiji ku cicing dina taneuh, dua kudu kacaian, tilu kudu kaanginan, opat kudu kapanasan, cacakan karek ku kahieuman oge gening tara jadi buah. Jadi ku sabab eta tatangkalan lila cicingna di bumi, lila kacaiannana, lila kaanginannana, lila kapanasannana. Jadi eta hawana asup kana tatangkalan, sanggeus gede tangkalna, nya terus bijil buahna, tah eta bubuahan teh bakating wujud Adam, sanajan urang oge asal ti dinya bae, ngan bedana Adam mah didamel ku Allah ta’ala barang kadieuna mah saenggeusna aya Adam jeung Babu Hawa, atawa Idung Bapa urang, bubuahan teh didahar heula nya kajadian aya Wadzi, Madzi, Mani, Maningkem. Barang eta Wadi, Madi, Mani, Maningkem tepung, tegesna kontak jeung sorotna Nur Muhammad cahya nu opat perkara tea, nya kajadian kempel ngajadi Jabang Bayi di jero beuteung Indung. Ari nu teu jadi mah nyaeta anu teu kontak, tegesna henteu tepung jeung Nur Muhammad (Roh). Sabab tadi ge Allah ta’ala teh wenang, wenang ngajadikeunnana jeung wenang teu ngajadikeunnana. Manusa mah teu aya kakawasaan ngan ukur jadi lantaran pikeun ngajadikeun piwadaheunnana Roh bae, nyaeta tina sakur anu dituang, karana Indung Bapa urang upama teu barang tuang moal kajadian aya cimanina.
Kala waktu orok dijero beuteung teu acan aya nyawana, ngan kakara aya hirup wungkul, nyaeta roh suci tea, numatak teu acan aya rasa naon-naon barang gubrag kaluar. Roh suci kontak, hartina tepung jeung hawa ieu alam dunya. Nyaeta hawana tina bumi, seuneu, cai, angin. Nya kajadian eta orok aya nafasna atawa sifatna nyawa. Hakekatna nyawa nyaeta rasa jasmani, dina waktu eta panon buncelik teu acan aya awasna, ceuli molongo teu acan aya dengena, irung teu acan aya angseuna, sungut teu acan bisa nyarita ngan karek aya sorana bae. Barang geus dibere barang dahar nyaeta cisusu atawa daharan naon bae, nyaeta tina acina bumi seuneu, cai jeung angin, jadi eta aci nu opat perkara teh kajadian deui acina, nyaeta ngajadi getih opat perkara nu disebut Roh Jasmani, tuluy eta getih surup sinurup.
Getih hideung kajadian tina aci bumi sumurup kana kulit, nya ngarubakan kulitna orok. Hawana kaluar bijilna kana baham, watekna bisa ngomong. Getih nu beureum kajadian tina aci seuneu, sumurup kana daging, nya ngagedean dagingna orok. Hawana kaluar bijilna kana ceuli, watekna bisa ngadenge.
Getih nu bodas kajadian tina aci cai, sumurup kana tulang, nya ngagedean tulang (balung) orok. Hawana kaluar bijil kana panon watekna bisa ningali aya awasna.
Getih anu koneng kajadian tina aci angin, sumurup kana sungsum nya ngalobaan sungsumna orok. Hawana kaluar bijil kana irung watekna bisa ngambeu.
Sanggeusna eta orok geus rubak kulitna gede dagingna, gede tulangna loba sungsumna, kaluar deui hawana nyaeta nafsu opat perkara, Amarah-Lowamah-Sawiyah-Mutmainnah, nyaeta buktina sagala kahayang anu hade anu goreng.
Tuh gening bukti ngagedeannana jasad teh, sanajan tanaga pikiran, akal sumawona paningal, pangrungu, pangucap, pangangseu, teu aya deui anging ku pitulungna roh Seuneu Cai Angin Bumi. Naon sababna pang nulung kitu teh? Teu aya deui pang kajadian sagala ti dinya teh, supaya eta parabot-parabot teh kudu digunakeun dipake parabot ibadah jeung kudu dipake parabot keur nyieun jalan pikeun nganyahokeun ka asalna, nyaeta ka Allah supaya manehna kabawa sampurna, tegesna kabawa balik deui ka Allah, karana anging manusa anu katetepan Agama, manusa anu katetepan Elmu, anu bakal bisa nyampurnakeun roh-roh saalam dunya kabeh oge pada arasup ka manusa. Sumawonna rohna Bumi Seuneu Cai Angin eta mah sapopoena, sanajan roh-rohna hewan nu halal nu haram nu bersih nu najis, eta sakabeh oge pada arasup bae ka manusa.
Kieu jalan-jalanna, saperti bangsa tatangkalan (kai) bener sare’atna mah teu didahar ku manusa, tapi kapan sok dipake nyuluhan sangu atawa naon bae tangtu eta rohna asup kana sangu. Numatak jadi beda rasana waktu tadi keur beas keneh jeung geus jadi sangu. Kitu deui bangsa hewan anu haram anu najis oge milu arasup bae, puguh ari jinisna mah teu didahar, tapi upama Anjing Babi paeh di cai tangtu bangkena dihakan ku lauk cai, lauk cai asup deui ka manusa, jadi sidik manusa teh jadi cukang keur mareuntas roh-roh sa alam dunya balik deui ka Allah ta’ala.
Ku sabab eta sidik Gusti Allah mah suci tetep teu nyiksa teu ngaganjar, sateges-tegesna anu bakal nyiksa teh, nyaeta roh-roh tina sagala rupa anu geus asup ka manusa, ku lantaran teu dibawa balik deui ka Allah ta’ala. Rohna seuneu bakal jadi Naraka Panas, rohna cai engke bakal jadi Naraka Tiis, rohna bumi engke bakal jadi Naraka Poek, rohna hewan engke bakal nyeureudan atawa ngegelan kana nyawana manusa.
F. Alam Misal, martabat elmu, saha-saha manusa di dunyana geus ma’rifat kana asal wujudna, nyaeta Sagara Adam (C) tadi, eta elmuna geus tepi kana pangkatna Misal, hartina geus nyaho kana asal nyaeta sifatna cahya beureum koneng bodas hideung, engke dina maotna bakal asup ka Sawarga, tegesna dina kani’matan anu teu aya babandingannana sarta langgeng teu aya putusna.
G. Alam Insan Kamil, martabat kasampurnaan. Samangsa-mangsa manusa di dunyana geus bisa ma’rifat kana sifatna Allah ta’ala nu kasebut Johar Awal tea, atawa alam Wahdat (B) tadi, elmuna geus tepi kana pangkat Insan Kamil hartina Manusa Sampurna, engke dina maotna bakal jatoh kana pangkat Kamil Mukamil, hartina sarupaning sampurna, beak rasana, beak jasmanina, jadi Dzat Laesa Kamishlihi deui, saperti tadi samemeh urang turun ka alam dunya.
WALLOHU'ALAM
*) Dina ieu kitab nerangkeun Rukun Iman mung diterangkeun anu kagenepna wungkul. Upami palay uninga nu langkung terang kana hiji-hijina, Rukun Agama, Rukun Islam, Rukun Iman, kedah ngaos Layang Muslimin-Muslimat jilid I-II-III-IV.
Langganan:
Postingan (Atom)